Setelah ‘USG gagal’ itu, saya sebenarnya
masih penasaran untuk mengulanginya, di dr. Aniek, RS PKU. Dan ternyata, istri
saya pun punya pikiran yang sama. Hanya saja, ia khawatir. Pertama, takut
‘dimarahi’ dr. Aniek karena seharusnya sesuai jadwal, saat HPL, kami memeriksakan
kandungan ke sana. Sepekan sebelum HPL (10 September), istri saya memeriksakan
kandungannya ke dr. Aniek. Waktu itu, dr. Aniek bilang bahwa insyaAllah bisa untuk persalinan normal
dan ini tinggal menunggu tanda-tanda persalinan. Kembali ke sini saat
tanda-tanda itu datang atau periksa kembali sepekan kemudian, pas HPL. Kekhawatiran
kedua, takut kejadian Maryam terulang lagi, niatnya sekadar periksa kandungan,
malah berakhir dengan operasi Caesar.
23 September. Pagi hari. Setelah kemarin
mendapati tanda-tanda flek dan bercak darah, hari ini istri saya mendapati
tanda-tanda cairan bening. Khawatir itu adalah air ketuban yang pecah dini, Bu
Bidan Umroh di-SMS. Pasalnya, ciri-ciri air ketuban masih samar bagi kami, banyak artikel
yang memuat cirri-ciri yang berlainan, bahkan bertentangan satu dengan yang
lain; ada yang bilang bening, ada yang bilang keruh, ada tidak berwarna dan
tidak berbau, ada yang bilang berbau tidak enak. Via SMS, Bidan Umroh pun
menyarankan untuk kembali periksa.
09.00. Masih dengan motor!, saya membawa
istri saya ke RB ‘Aisyah, pagi itu juga. Sampai di sana, ternyata ada bayi yang
baru lahir tadi pagi, sekitar pukul 05.30. Beberapa saat setelah istri saya
diperiksa oleh Bidan Umroh, beliau memberitahu saya di ruang depan, sudah buka dua, dan sudah mulai ada kontraksi
berarti yang teratur, sekira 15 menit sekali. Maka, sebaiknya ditunggu saja di
sini. Jika dalam enam jam tidak ada tanda-tanda lanjutan, diperbolehkan pulang.
Saya pun dipersilakan masuk ke kamar pasien tempat istri saya.
Setelah beberapa saat berbincang dengan istri
saya, saya minta izin untuk pulang dulu, mengambil pakaian yang nyaman untuk
istri, makanan dan minuman, serta memberi tahu ibu di rumah, agar tidak
menunggu dengan bertanya-tanya. Kemudian segera kembali.
13.30. Istri saya diperiksa lagi oleh Bidan
Ibis. Kali ini sudah pembukaan tiga.
Namun, istri saya justru ingin pulang dan menunggu di rumah. Saya, sebaliknya,
ingin istri tetap menunggu saja di sini. Dari sisi psikologi, saya kira menunggu
di sini lebih menguntungkan, karena akan ada pikiran positif bahwa insyaAllah bayi akan segera lahir,
alih-alih menunggu di rumah, yang kemungkinan malah kembali menjadikannya tidak tenang
dan kurang sabar. Seperti biasa, saya hanya memendamnya di hati saja, tetapi
saya memberitahukannya kemudian. Nanti, setelah ‘ini’.
Bu Ibis memberi tahu Bu Umroh via telepon
bahwa istri saya ingin pulang dulu, termasuk member tahu bahwa sudah bukaan
tiga. Bu Umroh menjawab kompromis, diperiksa satu kali lagi saja, setelah itu jika
memang belum ada tanda-tanda lebih lanjut lagi, boleh pulang. Jarak antar pemeriksaan
(VT) sekitar empat jam. Jadi, sekitar 17.30 diperiksa lagi.
19.30. Karena satu dan lain hal, pemeriksaan
baru kembali dilakukan selepas Isya’. Ketika balik dari masjid dekat RB, saya sudah
tidak mendapati istri di kamarnya. Ternyata, ia sedang diperiksa Bu Umroh di
ruang lain.
Beberapa saat kemudian, Bu Umroh memberi tahu
saya bahwa istri saya pindah kamar, sambil menunjukkan kamar dimaksud. Saya
menyusul masuk. Kamar ini sepertinya kamar bersalin, lengkap dengan peralatannya.
Selain itu, memang lebih nyaman di sini, mungkin karena ber-AC. Dan ternyata
memang istri saya yang memilih pindah ke sini, tentu karena ditawari Bu Umroh.
O ya, kali ini bukaan sudah ‘merangkak’ naik lagi ke level empat. Kontraksi semakin kuat dan intens. Jadi, sudah positif tidak
boleh pulang lagi. InsyaAllah malam nanti atau dini hari lahir.
20.00. Sekira mulai pukul ini, istri saya
tidak berhenti merintih kesakitan. Bidan mengintruksikannya untuk berbaring ke
kiri. Istri saya mengeluh, justru ketika berbaring ke kiri, rasa sakitnya
semakin menjadi. Rasa sakit dari kontraksi si jabang bayi.
Kontraksi semakin menit semakin bertambah
kuat. Istri saya semakin tak karuan tingkah polahnya. Saya, yang menungguinya,
sendirian, terus memberinya semangat dan tak henti memintanya bersabar.
Sesekali darah keluar dari jalan lahir, semakin menit semakin banyak.
Beberapa kali saya memanggil bidan atau
perawat. Kadang karena permintaan istri saya, kadang atas inisiatif saya.
Karena rasa sakit istri saya semakin tidak tertahankan, juga karena saya
melihat darah sangat kental bahkan hampir memadat keluar. Mbak Perawat hanya
menjawab, memang seperti itu, sambil sesekali menengok ke kamar. Dan ternyata
tentang darah itu, istri saya bilang, kalau mens, sudah biasa keluar seperti
itu, hanya saja memang tidak sebanyak itu.
21.30. Kali ini istri saya bilang seperti
ingin mengejan. Berdasarkan referensi yang saya baca, tidak boleh mengejan
kecuali setelah pembukaan lengkap sepuluh. Saya memanggil Bidan. Bidan Umroh kembali
memeriksa pembukaannya. Buka lima.
Memang kalau lahiran (normal) pertama, agak lama pembukaannya, satu jam naik
satu, kata Bu Bidan, kurang lebih.
22.30. Sekitar pukul setengah sebelas malam
(kalau saya tidak salah ingat), terdengar suara tangis bayi baru lahir di
ruangan depan. Ternyata memang ada ibu hamil yang baru saja masuk, beberapa
saat kemudian melahirkan. Enak sekali, batin kami. Tetapi mungkin, memang dari
rumah ia sudah membawa modal pembukaan yang banyak.
Sementara, istri saya masih belum berhenti
dari rintihan kesakitannya. Saya yang melihatnya pun, seolah ikut merasakan
penderitaannya. Dan sama, berharap ini segera berakhir baik. Saya bilang,
berasabarlah, semakin sakit rasanya, semakin dekat dengan persalinan, insyaAllah sebentar lagi kita menyusul
(persalinan di ruang sebelah itu).
23.00. Istri saya kembali meminta
dipanggilkan bidan karena kembali ingin sekali mengejan. Sensasi ingin mengejan
ini sebenarnya dikarenakan pergerakan/kontraksi si bayi yang juga ingin keluar,
tetapi harus dituruti dalam momen yang tepat, ketika pembukaan lengkap,
sepuluh. Bidan Umroh kembali memeriksa, kali ini naik dengan lumayan cepat,
buka tujuh. Istri saya masih
mengerang tak karuan.
23.30. Lagi-lagi, istri saya ingin mengejan.
Untuk kesekian kalinya, Bu Umroh dengan sabar memeriksa jalan lahirnya, buka delapan! Sedikit lagi. Setelah ini, Bu
Umroh terus menunggui kami di kamar bersalin itu, memantau.
23.45. Istri saya semakin ingin mengejan.
Bidan Umroh memintanya menahan. Istri saya bilang sangat susah untuk ditahan.
Bu Umroh bilang pasrahkanlah rasa sakit dan rasa ingin mengejan itu, insyaAllah bisa. Bu Umroh terus
menyemangati istri saya, sebagaimana saya.
Teknik yang dipelajari istri saya di kelas senam hamil pun berguna di sini, dan sedari tadi. Mengatur nafas, menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya, serta bernafas pendek-pendek, semuanya digunakan istri saya untuk menahan rasa sakit dan menahan rasa ingin mengejan itu, sementara. Pembukaan masuk Sembilan. Bidan mengintruksikan perawat/asistennya untuk mempersiapkan peralatan.
Teknik yang dipelajari istri saya di kelas senam hamil pun berguna di sini, dan sedari tadi. Mengatur nafas, menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya, serta bernafas pendek-pendek, semuanya digunakan istri saya untuk menahan rasa sakit dan menahan rasa ingin mengejan itu, sementara. Pembukaan masuk Sembilan. Bidan mengintruksikan perawat/asistennya untuk mempersiapkan peralatan.
24.00. Sebenarnya mengejan baru boleh
dilakukan ketika pembukaan sepuluh. Namun, dalam kasus kepala bayi sudah
melewati jalan lahir seperti bayi kami ini, pembukaan sembilan is oke.
Dimulailah fase ke-dua persalinan (fase pertama adalah pembukaan).
Istri saya mengambil posisi seperti yang
telah ia pelajari di kelas senam hamil. Kedua tangan menggenggam mata kaki.
Paha dibuka selebar-lebarnya. Dan ketika rasa ingin mengejan datang,
mengejanlah ia sekuat tenaga. Saya terus mendukung di sampingnya. Sambil
sesekali mengusap keringatnya, dan memberinya minum di sela-sela mengejan,
mirip adegan di pojokan ring tinju. Terkadang air zam-zam, terkadang teh manis,
tergantung permintaan si ‘petarung’.
24 September. 00.40. Setelah berkali-kali
mengejan, diiringi dengan intruksi Bidan untuk tetap membuka mata dan
mengangkat kepala, dibantu saya. Kepala sudah terlihat, saya memberitahu istri.
Semakin bersemangatlah ia untuk ejanan terakhir. Setelah hampir lima jam
kelimpungan. Setelah tujuh hari menanti (sejak HPL). Setelah cuti saya habis
hari ini (tinggal tersisa izin atasan dan bolos). Setelah dua minggu menahan sakit di
perineum. Setelah sembilan bulan empat belas hari mengandung. Setelah penantian
ulang, dua tahun empat bulan untuk melahirkan normal (sejak Maryam lahir
Caesar). Alhamdulillah, akhirnya
lahir juga ke dunia, anak kami yang kedua.
Ya, laki-laki. Setelah dilap dan dipotong
tali pusatnya, dia lalu diletakkan dalam dekapan Ummi-nya untuk Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). MasyaAllah,
besar sekali kamu, Nak. Begitu kurang lebih komentar pertama istri saya.
Saya melihat kebahagiaan, kelegaan yang luar
biasa terpancar di wajahnya. Lalu kami berdua pun saling berpandangan, dan saling
melempar senyum.
Istri saya menanyakan namanya.
Ibrahim As Salafi telah lahir.
Alhamdulillah.
masyaAlloh ya perjuangan VBAC nya istri..saya juga pasien dr Aniek waktu kehamilan pertama saya, masih nyesek rasanya kalo mengingat, konsultasi kami berujung caesar karena pengapuran plasenta. insyaAlloh planning VBAC utk anak kedua.Boleh infonya RB 'Aisyah dimana lokasi tepatnya??makasih atas jawabannya
ReplyDeleteDeket Pondok Putri Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Bu. Tanya2 aja, saya nggak hafal alamatnya.
DeleteSenang sekali bisa sukses vbac..bisa bagi tips dari istrinya pak agar sukses vbac?ini saya hamil kedua 5minggu Setelah 1,5th melahirkan saecar..
DeleteSubhanalloh ,,perjuangan seorang ibu,,semoga sy bisa melakukan vbac,,ingin sprt ibunya Ibrahim ,, mengingat anak pertama Caesar agak Sedih
ReplyDeleteInsyaallah, bisa.
DeleteMasya Allah..
ReplyDeletesenangnya bisa membaca pengalaman ini. Kebetulan saya juga sedang hamil anak ke-2 dan sangat ingin VBAC, makanya saya perbanyak baca kisah sukses VBAC supaya makin semangat. Doakan saya berhasil VBAC juga ya pak. :)
InsyaAllah.
Deletemasya allaah...., perjuangan seorang ibu, pengin juga vbac stelah 3 tahun lalu terpaksa sc karena plasenta previa... semoga bisa sukses seperti umminya ibrahim
ReplyDeleteAmiin.
DeleteSubhanallah, semoga dimudahkan juga vbac nanti
ReplyDeleteSubhanallah, semoga dimudahkan juga vbac nanti
ReplyDeleteBismillah.. Semoga saya dan bayi saya jg sukses program VBAC..
ReplyDeleteSubhanallah.. saya juga sedang menanti waktu melahirkan (sekarang sdh 36 minggu).. sy bertekad untuk bisa Vbac.. insya Allah sy bisa.. mohon doanya.. terimakasih share pengalaman inspiratifnya..
ReplyDeleteSaya sama seperti istri bapak.anak pertama sesar pdhl tdk diperlukan.hanya karna stuck di pembukaan 8.dan 6 jam menunggu pembukaan lengkap tdk kunjung dtg.skrg saya sdg hamil 3 bulan.jaraknya dg anl pertama 2 tahun.kalau boleh saya minta tips supaya bisa lahiran normal sprti istri bapak
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete