Skip to main content

27 kali lipat

Seorang pegawai bekerja di sebuah kantor tak jauh dari rumahnya dengan gaji 2 juta perbulan. Suatu saat, perusahaan menawarinya untuk pindah ke kantor cabang yang lain dengan pekerjaan yang sama persis, tetapi dengan gaji 10 juta perbulan. Jarak antara kantor pertama dengan kantor kedua hanya 1 km.

Ironi, si pegawai tidak mau menerima tawaran tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Apa yang Anda katakan tentang pegawai ini? Simpan dulu jawaban Anda.

Mari kita bandingkan dengan yang satu ini..

Sungguh, Allah telah menyediakan pahala yang besar dalam shalat berjamaah. Rasululullah telah menyebutkannya dalam hadits-haditsnya. Di antaranya adalah,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Sholat berjamaah melebihi keutamaan sholat sendirian dengan selisih 27 derajad.”

[Shohih Fiqhus Sunnah karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim dengan ta’liq dari Syaikh al-Albani, Syaikh Bin Baz, dan Syaikh Ibnu Utsaimin]

Seorang muslim yang lebih suka shalat sendirian di rumah ditawari untuk shalat berjamaah di masjid dengan shalat yang sama, tetapi dengan pahala 27 -atau 28- kali lipat. Ingat, pada ilustrasi di atas, gaji yang ditawarkan hanya 5 kali lipat, jauh lebih kecil dari 27 kali lipat. Jarak antara rumah dengan masjid pun tak sampai 1 km.

Ironi, dia tetap saja tidak mau menerima tawaran tersebut, shalat berjama'ah di masjid dekat rumahnya.

Sekarang apa yang akan Anda katakan tentang orang ini? Jawaban Anda seharusnya lebih parah dari jawaban Anda pada kasus yang pertama.

Jika kita jadi pegawai tersebut, tentu kita akan menerima -bahkan dengan sangat antusias- tawaran tersebut. Gaji 5 kali lipat, dengan pekerjaan yang sama persis dan kantor baru yang tidak terlalu jauh dari kantor pertama. Alangkah bodohnya jika kita tidak menerima tawaran tersebut.

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita lebih antusias, bersemangat untuk menerima tawaran pahala shalat berjamaah. Pertama, karena pahala 27 kali lipat jauh lebih besar dari gaji 5 kali lipat. Kedua, karena jarak rumah kita ke masjid tidak lebih jauh dari jarak kantor baru dengan kantor pertama. Dan ketiga, sebenarnya tidak akan bisa dibandingkan pahala di akhirat yang kekal dengan gaji di dunia yang hanya sementara.

Maka, sungguh keterlaluan jika kita tetap bergeming, tidak mau beranjak untuk shalat berjamaah di masjid. Satu, mungkin karena keraguan akan sabda Rasulullah di atas; dan ini dapat menjatuhkan seseorang ke dalam lembah kekufuran -naudzubillah. Dua, mungkin karena kita malas. Malas? Laa haula wa la quwwata illa billah. Apa yang akan Anda katakan jika alasan si pegawai menolak tawaran gaji 5 kali lipat tadi hanya karena malas? Sebaliknya, kita justru akan sangat bersemangat jika menjadi pegawai tersebut. Lalu, kemana semangat kita ketika Allah menawari pahala 27 kali lipat? Apakah cinta kita kepada dunia melebihi cinta kepada akhirat? Apakah keyakinan kita kepada dunia yang sudah pasti akan hancur ini melebihi keyakinan kita terhadap akhirat yang kekal? Dimana keiamanan?

Satu hal lagi, pembahasan di atas sama sekali belum menyinggung bahwa hukum shalat berjamaah bagi laki-laki adalah WAJIB. Jika ditambah dengan pembahasan tentang kewajiban ini, tentu lebih tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak shalat berjamaah di masjid.

Maka Saudaraku, mari kita langkahkan kaki kita ke masjid..

mari shalat berjamaah di masjid


*disadur dari penggalan kajian Ustadz Muhammad Nuzul di Radio Rodja.

Comments

Popular posts from this blog

Manajemen Laba, Baik atau Buruk ? (5)

Praktik-praktik Manajemen Laba Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar  Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajia...

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum...

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara ...