Skip to main content

adverse vs disclaimer

What is the difference?

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat).

Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini.

Pendapat Tidak Wajar/TW (adverse opinion) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara 'benar'. 

Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan opini adverse adalah ketika auditor, setelah memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup memadai, menyimpulkan bahwa penyimpangan dari prinsip akuntansi (salah saji) yang ditemukan, baik secara individual maupun agregat, adalah material dan pervasive pada laporan keuangan. Sifat pervasive (berpengaruh secara keseluruhan) di antaranya dapat dilihat dari kompleksitas, proporsinya terhadap laporan keuangan secara keseluruhan, dan persyaratan pengungkapan yang bersifat fundamental.

Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat/TMP (disclaimer opinion) adalah opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak, dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi. Ketidakyakinan tersebut dapat disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan dan/atau terdapat keraguan atas kelangsungan hidup entitas. Alasan yang menyebabkan menolak atau tidak dapat menyatakan pendapat harus diungkapkan dalam laporan audit. Disclaimer opinion tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan sudah 'benar' atau 'salah'. Justru, opini ini diberikan karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan 'benar' atau 'salah'. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan 'benar' atau 'salah'.

Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan opini disclaimer adalah adanya pembatasan lingkup yang luar biasa sehingga auditor tidak dapat memperoleh bukti yang cukup memadai sebagai dasar menyatakan pendapat (opini). Dalam kondisi ekstrim yang melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, terlepas dari perolehan bukti pemeriksaan yang cukup memadai terkait setiap ketidakpastian, pemeriksa tidak mungkin merumuskan opini atas laporan keuangan karena adanya interaksi potensial dan dampak kumulatif yang mungkin terjadi pada laporan keuangan.

[dari berbagai sumber]
Bingung baca penjelasan panjang lebar di atas? *Hehe, sama.. Dalam bahasa mudahnya, bisa dikatakan dengan sederhana seperti ini: adverse = LK 'salah' sedangkan disclaimer = LK tidak diketahui; 'salah' atau 'benar', keduanya terkait hal yang sangat material atau pervasive (berpengaruh terhadap keseluruhan LK).

Untuk menilai mana opini yang lebih baik, sebenarnya kita tidak bisa lepas dari pembahasan alur penentuan opini serta dua jenis opini lainnya. Untuk dua jenis opini lainnya, Anda dapat membaca tulisan saya sebelumnya di sini, sedangkan untuk alur penentuan opini, kita bahas lain kali ya, insyaAllah.

Dalam bayangan saya, opini-opini ini jika ditempatkan dalam sebuah gedung tiga lantai -bukan empat-, maka opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atau unqualified opinion menempati lantai teratas, dhi. maksudnya memiliki kedudukan tertinggi. Lantai kedua ditempati oleh opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atau qualified opinion. WDP ini sebenarnya ada dua jenis, WDP karena penyimpangan dari standar akuntansi dan WDP karena pembatasan lingkup (ketidakcukupan bukti) audit. Hanya saja karena efeknya tidak pervasive, maka masih bisa diberikan opini Wajar Dengan Pengecualian. Maka, sebenarnya di lantai dua ini sudah ada dua penghuni; yang serupa tapi tak sama.

Di lantai dasar, benar-benar ada dua penghuni, opini Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion dan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer opinion. Sama dengan keadaaan di lantai dua, opini adverse dikarenakan penyimpangan dari standar akuntansi sedangkan opini disclaimer dikarenakan pembatasan lingkup audit. Berbeda dengan lantai dua, efek dari penyimpangan dari standar akuntansi atau pembatasan lingkup audit ini sangat material dan/atau pervasive. Di sinilah letak masalahnya, karena berada pada lantai atau tingkat yang sama, sulit untuk diklaim opini mana yang lebih tinggi (baik) dan mana yang lebih rendah (buruk). 

Yang berpendapat adverse lebih buruk pada intinya mengatakan bahwa pada opini disclaimer, LK masih mungkin 'benar' atau wajar sedangkan adverse sudah dipastikan bahwa LK 'salah' atau tidak wajar. Yang berpendapat adverse lebih buruk pada intinya mengatakan bahwa opini disclaimer terjadi karena Sistem Pengendalian Internal (SPI) yang buruk, berantakan, tidak memadai sehingga auditor tidak dapat berbuat banyak untuk mengumpulkan bukti audit sebagai dasar untuk menentukan kewajaran LK, sedangkan pada opini adverse, SPI entitas sudah cukup bagus, memadai sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti audit sebagai dasar untuk menentukan kewajaran LK, walaupun hasilnya ternyata tidak wajar.

Simpulan 

Secara pribadi, saya lebih condong bahwa secara umum, adverse masih lebih baik dari pada disclaimer. Logika tambahannya, ketika auditee tahu kesalahan mereka, auditee akan dapat dengan mudah memperbaikinya --tentu saja jika ada niat baik. Lain halnya jika auditee tidak tahu mereka salah atau benar, mereka tidak akan bisa memperbaiki diri -jika ternyata salah. Apalagi bahwa hal itu disebabkan karena SPI yang kurang memadai sehingga dalam hal ini adverse masih selangkah lebih maju, sedangkan disclaimer masih harus memperbaiki SPI-nya --'sebelum diketahui kesalahannya'.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum...

Manajemen Laba, Baik atau Buruk ? (5)

Praktik-praktik Manajemen Laba Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar  Rp28,87 miliar. Akibatnya penyajia...

Imunisasi, Satu Lagi Siasat Keji Yahudi

imunisasi dalam timbangan Alhamdulillah , istri saya saat ini telah memasuki bulan keempat kehamilannya. Persiapan demi persiapan menjadi sepasang ayah dan ibu yang baik pun mulai kami usahakan. Masalah kesehatan menjadi prioritas utama bagi kami –tentu saja setelah masalah agama-. Salah satu yang menjadi topik pembicaraan kami dalam penantian sang buah hati adalah imunisasi atau vaksinasi. Qodarulloh , setelah mencari-cari informasi, bukan hanya ilmu tentang baik atau buruk sebenarnya vaksinasi tersebut, saya justru mendapatkan lebih, tentang indikasi kuat adanya konspirasi Yahudi –lagi-lagi Yahudi Laknatulloh - di balik program vaksinasi ini. Berikut saya ringkaskan artikel “Imunisasi, Siasat Yahudi Lumpuhkan Generasi” dalam Tabloid Bekam pada edisi yang mengangkat Imunisasi sebagai topik utamanya. Semoga bermanfaat. Apa itu Imunisasi/Vaksinasi? Bila bibit penyakit penderita TBC, Hepatitis, Meningitis, HIV, Campak, Polio atau penyakit lai...