Buku Biru; ini tidak ada hubungannya dengan Film Biru. Camkan itu, Rudolfo!
Ini hanya kebetulan (qadarullah, red) bahwa buku diary dimana saya dan istri menuliskan curhat tentang rumah tangga yang kami bangun itu berwarna biru. Hanya itu. Titik.
Sewaktu kuliah tingkat tiga, teman-teman sekelas saya mengkreasi sebuah buku diary satu kelas *yang ini berwarna hijau* dimana seluruh penghuni kelas boleh menuliskan apapun di situ. Buku itu cukup mampu mencairkan suasana kelas, mengisi waktu luang, semisal ketika dosen yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang, dosen yang telah datang tak kunjung mengajar, ataupun dosen yang telah mengajar tak kunjung kelar *eh. Dalam waktu singkat, buku hijau itu menjadi idola sekelas, lebih diidolakan daripada buku tebal Advance Accounting. Teman-teman berebutan *termasuk saya nggak ya? (pura-pura) lupa* untuk menulis di dalamnya, atau sekadar membaca. Cara operasional buku itu hanya dioper dari meja ke meja. Kadang ada yang membawanya pulang, saking nggak kebagian menulis/membaca di ruang kelas.
Sewaktu diklat sebelum jadi CPNS, kembali, teman-teman diklat yang kebetulan (qadarullah, red) cukup banyak yang berasal dari kelas kuliah tingkat tiga saya dulu itu membuat sebuah buku *kalau tidak salah yang ini warnanya coklat* serupa. Dan kembali sukses. Senasib buku hijau, teman-teman sangat antusias menulis di- dan membaca buku diary sekelas itu. Tulisan lucu, kreatif, gokil, puitis, serius, aneh, pengalaman seru, gambar, sampai isu konspirasi seputar diklat ada di buku itu.
Terinspirasi dari kesuksesan dua buku itu, di hari-hari awal penikahan, saya pun memberanikan diri mengajak istri saya untuk membuat buku sejenis. Satu spesies dengan buku hijau dan buku coklat, buku ini kelak kami isi sesuka hati kami, tentu saja yang berkaitan dengan rumah tangga kami. Pucuk di cinta, ulam buku biru pun tiba. Kebetulan (qadarullah, red) ada seorang eks anak didik istri saya sewaktu mengajar di TK memberikan sebuah buku semacam agenda lumayan bagus dan tebal sebagai kenang-kenangan sekaligus kado pernikahan kami. Sepakatlah kami gunakan buku untuk 'dokumentasi tertulis' rumah tangga kami. Hhe..
Begitulah asal muasal dan proses kelahiran buku biru yang dibidani kami berdua. Saya dan istri adalahsatu-satunya dua-duanya *bener nggak ya, ini istilahnya* penulis di buku itu.
Nah, rencananya.., bukaaan, kami bukan ingin membuka lowongan menjadi penulis buku biru! Rencananya, tentu saja setelah meminta izin tertulis -via SMS- kepada penulis yang satunya (istri saya, red), saya berencana mem-posting sebagian isi buku biru itu di sini! Horee... Kabar gembira, 'kan? Kabar gembira ya..? Kabar gembira nggak!!? *ngancem* Harapannya, semoga ada hikmah yang bisa diambil pembaca dari cerita/tulisan kami. Dan sebenernya, sebagian isi buku biru sudah pernah ter-posting di sini, walaupun dengan redaksi yang tidak sama persis.
Jadi kapan? Mulai kapan? Tuh kan udah nggak sabar. Sabar ya, Nak. Coming soon. Tunggu aja tanggal main episode perdananya. *halah
Begitulah asal muasal dan proses kelahiran buku biru yang dibidani kami berdua. Saya dan istri adalah
Nah, rencananya.., bukaaan, kami bukan ingin membuka lowongan menjadi penulis buku biru! Rencananya, tentu saja setelah meminta izin tertulis -via SMS- kepada penulis yang satunya (istri saya, red), saya berencana mem-posting sebagian isi buku biru itu di sini! Horee... Kabar gembira, 'kan? Kabar gembira ya..? Kabar gembira nggak!!? *ngancem* Harapannya, semoga ada hikmah yang bisa diambil pembaca dari cerita/tulisan kami. Dan sebenernya, sebagian isi buku biru sudah pernah ter-posting di sini, walaupun dengan redaksi yang tidak sama persis.
Jadi kapan? Mulai kapan? Tuh kan udah nggak sabar. Sabar ya, Nak. Coming soon. Tunggu aja tanggal main episode perdananya. *halah
buku biru (tampak depan) |
Comments
Post a Comment