Jika seseorang saya menjadi dua, maka yang satu ibarat ibu yang sangat menyayangi dan lebih tahu tentang kebaikan anaknya sedangkan yang lain ibarat anak kecil yang serba ingin tahu dan banyak mau.
Ibu yang baik tentu tak akan membiarkan anaknya melakukan apa saja. Si anak belum banyak tahu yang baik dan yang buruk, bahkan yang berbahaya bagi dirinya. Menjadi tugas si ibu untuk mendidik, mengajari, dan senantiasa mengawasi anaknya. Lengah sedikit saja, bisa-bisa fatal akibatnya.
Terkadang si anak menerima apa adanya, menelan bulat-bulat perintah si ibu. Cukup dengan kata-kata yang lembut, si anak menurut. Namun, terkadang ia bersikeras menginginkan sesuatu –yang tidak baik untuknya, tanpa tahu akibatnya atau ia tidak menginginkan sesuatu yang sangat penting untuk dirinya. Ibu tentu harus memperingatkannya lebih keras, bahkan jika perlu mencegah dan memaksa si anak dengan tangannya. Semua itu, tentu berlatar belakang kasih sayang si ibu dan demi kebaikan si anak sendiri.
Kurang lebih, si anak baru pada taraf berfikir tentang keinginan dan kesenangan dirinya sedangkan si ibu berfikir tentang kebutuhan dan kebaikan anaknya.
Demikian pula diri kita, atau setidaknya diri saya –karena saya tidak tahu banyak tentang Anda. Seolah ada dua sisi mata uang dalam diri ini; tidak dapat dipisahkan dan saling berlawanan. Yang satu hendak ke sana, yang satu ingin kemari.
Sama seperti si ibu, satu sisi –yang baik tentu saja, terkadang harus memaksa sisi yang lain untuk mau tidak mau ikut dengannya, demi kebaikan bersama. Dan hati kecil kita, tahu persis siapa sisi yang baik dan siapa yang buruk sebagaimana orang-orang membedakan mana si ibu dan mana si anak kecil. Dan sisi baik mampu untuk memaksa sisi yang lain sebagaimana si ibu sangat mampu memaksa anak balitanya.
Hanya terkadang sering kita lalai, kita membiarkan sisi buruk melakukan apa saja. Selama ini kita, sebagian kita, sebagian dari diri ini, belum bisa menjadi seorang ibu yang baik.
Saatnya memaksa diri.
Comments
Post a Comment