imunisasi dalam timbangan |
Alhamdulillah, istri saya saat ini telah memasuki bulan keempat kehamilannya. Persiapan demi persiapan menjadi sepasang ayah dan ibu yang baik pun mulai kami usahakan. Masalah kesehatan menjadi prioritas utama bagi kami –tentu saja setelah masalah agama-. Salah satu yang menjadi topik pembicaraan kami dalam penantian sang buah hati adalah imunisasi atau vaksinasi. Qodarulloh, setelah mencari-cari informasi, bukan hanya ilmu tentang baik atau buruk sebenarnya vaksinasi tersebut, saya justru mendapatkan lebih, tentang indikasi kuat adanya konspirasi Yahudi –lagi-lagi Yahudi Laknatulloh- di balik program vaksinasi ini. Berikut saya ringkaskan artikel “Imunisasi, Siasat Yahudi Lumpuhkan Generasi” dalam Tabloid Bekam pada edisi yang mengangkat Imunisasi sebagai topik utamanya. Semoga bermanfaat.
Apa itu Imunisasi/Vaksinasi?
Bila bibit penyakit penderita TBC, Hepatitis, Meningitis, HIV, Campak, Polio atau penyakit lainnya yang menyarang di tubuh seseorang diambil lantas diolah sedemikian rupa entah dengan istilah dilemahkan atau dilumpuhkan, kemudian bibit penyakit tersebut diperbanyak lalu disuntikkan ke tubuh Anda atau anak Anda! Apakah dengan sukarela Anda menerimanya? Aksi memasukkan bibit penyakit inilah yang akrab disebut vaksinasi atau imunisasi.
Vaksin berasal dari kata vaccinia penyebab infeksi cacar pada sapi. Secara umum, vaksin adalah suatu bahan yang diyakini dapat melindungi orang dari penyakit. Vaksinasi adalah usaha merangsang daya tahan tubuh dengan memasukkan bibit penyakit yang dilemahkan dan diproses dengan bahan lain.
Sebenarnya vaksinasi atau imunisasi tidak ada hubungannya dengan peningkatan daya tahan tubuh mengingat fungsinya hanya sebagai perangsang sejauh mana daya tahan tubuh seseorang. Padahal daya tahan tubuh/sistem imunitas perlu dilatih berulang-ulang agar selalu siap bila ada mikroorganisme masuk ke tubuh.
“Maka dari itu, yang kita dengar vaksin harus disuntikkan berkali-kali, bila tidak tubuh tidak membentuk sistem imunitasnya. Namun, pada kenyataannya walaupun telah diimunisasi, tetap saja masih banyak yang terkena penyakit. Kenapa ini bisa terjadi, kemungkinan karena kesalahan cara mem-vaksin, penyimpanannya, atau karena vaksin memang tidak efektif.” ungkap dr. Agus Rahmadi, pengasuh Klinik Sehat.
“Sebenarnya vaksin diberikan hanya untuk jaga-jaga (preventif)/belum tentu terjadi. Apakah dengan alasan jaga-jaga, kesehatan justru harus dikorbankan (dipertaruhkan)? Belum lagi vaksin banyak menggunakan unsur haram. Kenapa tidak dengan tahnik, konsumsi madu, dan habbatussauda yang telah terbukti meningkatkan sistem imunitas?”, lanjutnya.
Sejarah Vaksin
Vaksinasi sesungguhnya adalah salah satu dari sekian banyak perilaku keji Yahudi dalam usaha mereka untuk menguasai dunia dengan menyebarkan racun/kuman pembunuh kepada bangsa lain, terutama kaum muslimin.
Diungkapkan dalam Deadly Mist, vaksin dijadikan senjata biologis pemusnah massal sistematis oleh zionis dan kroninya sejak abad ke-18, diawali oleh Jenderal Jeffrer Amherst yang menghabisi suku Indian dengan menyebarkan kuman dan penyakit yang disisipkan dalam selimut dan handuk yang dibagikan ke suku tersebut.
Pada abad ke-19, serum/kuman, virus, dan materi berbahaya lainnya dijadikan senjata senjata biologi dalam peperangan atau pemusnahan massal serta penyebaran racun yang menghancurkan otak dan sistem saraf pusat.
Pada abad ke-20, vaksin modern dikelola oleh Flextner Brothers, yang penelitiannya tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh keluarga Rockefeller yang merupakan salah satu keluarga paling berpengaruh di dunia dan bagian dari Zionis International yang memprakasai pendirian WHO dan lembaga dunia lainnya.
Singkatnya, dari data historis, vaksinasi merupakan bagian dari strategi dan misi “pengendalian” jumlah penduduk oleh Zionisme International dalam rangka menggapai misi New World OrderI. Mereka meraup dua keuntungan sekaligus, “pengendalian” jumlah penduduk dan menuai keuntungan yang besar.
Vaksin dan Kepentingan Bisnis
Boleh jadi pula niat busuk Yahudi dalam program vaksinasi ini senada dengan teori bila ingin senjata laku, maka ciptakan perang. Dalam hal ini bila ingin obat laku, ciptakan penyakit! Dengan strategi ini, Yahudi berusaha membuat bangsa lain menderita sekaligus menguras isi kantongnya dengan alasan kesehatan. Sasaran vaksin adalah negara-negara berkembang yaitu Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Yang mengambil keuntungan adalah negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Adanya kepentingan bisnis dan siasat merusak kesehatan manusia di balik imunisasi ini semakin mudah dipahami apalagi bila dicermati bahwa imunisasi/vaksinasi merupakan perbuatan yang membingungkan dan sulit dipahami dan diterima akal sehat serta bertentangan dengan aturan Islam.
Permasalahan Vaksin Lainnya
Vaksin yang selama ini dikembangkan adalah salah satu produk farmasi, dimana kehalalan produk-produk farmasi sendiri dikritisi oleh Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim. Ketus MUI pun menegaskan bahwa hukum mengkonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum mengkonsumsi makanan, yakni harus halal. Bahkan boleh jadi, bila dikaji, pemberian vaksin juga bertentangan dengan aturan Badan POM RI yang tidak memberikan izin edar produk yang bersumber dari bahan tertentu.
Penggunaan bahan haram dalam pembuatan vaksin pun diakui oleh produsen vaksin terbesar di Indonesia, PT. Biofarma, seperti pernah diungkapkan oleh Drs. Iskandar, Apt., MM., ketika menjabat Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT. Biofarma bahwa enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV).
Sementara Kepala Divisi Produksi vaksin virus PT. Biofarma, Drs. Dori Ugiyadi mengatakan, “Di Biofarma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio dan sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak.”
Logika Vaksin
Bayi yang baru lahir dianugerahi oleh Allah tubuh yang sempurna, lengkap dengan sistem kekebalan tubuh. Bayi yang belum tahu apa-apa, belum mengenal selain tangis dan tawa, makan/minum, dan tidur tentu tak mampu menolak apa pun yang duimasukkan ke tubuhnya. Ayah ibu lah yang memilah dan memilih apa yang terbaik untuk ditelen atau dimasukkan ke tubuh buah hatinya.
Mungkinkah orang tua membiarkan begitu saja ragam racun ditelan dan bersarang di pembuluh darah dan organ-organ tubuh anak kesayangannya? Di sisi lain, mungkinkah racun merupakan media yang tepat untuk menjaga kesehatan? Bayangkan pula bila racun tersebut berasal dari babi, bangkai, darah dan nanah! Mungkinkah seseorang yang karena hanya ingin menguji daya tahan tubuhnya harus menelah bahan-bahan haram dan berbahaya?
Bukankah vaksinasi hanya menambah orang yang terinfeksi penyakit dan terjadinya penyebaran penyakit di daerah/negara tertentu padahal sebelumnya aman-aman saja?
Hentikan Vaksin!
Setelah merenungkan agenda busuk Yahudi serta dampak buruk vaksin, cukup banyak tenaga medis yang menghentikan dan menentang vaksinasi, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Bidan Emma, menghentikan program imunisasi di kliniknya karena tidak ingin men-dzolimi bayi dan masyarakat dengan memasukkan barang-barang haram dan membahayakan kesehatan. Menurutnya, semisal vaksin hepatitis B membuat organ-organ tubuh bayi terutama liver menjadi sangat terpaksa merespon virus-virus dan zat kimia sehingga memungkinkan terjadinya kelemahan liver untuk tahap kehidupan berikutnya.
Dr. Fadilah Supari saat menjabat sebagai Menteri Kesehatan secara terang-terangan mendesak kajian ulang mengenai kebaradaan Namru 2 (Naval Mediacal Research Unit), proyek riset militer AS dalam masalah vasin. Selain itu, dia juga menentang proyek jual beli virus flu burung dan bisnis-bisnis kotor Amerika lainnya.
Siti Fadilah, anggota Dewan Penasihat Presiden, mengamati adanya konspirasi AS dan WHO dalam mengembangkan senjata biologis virus flu burung sehingga ia dinilai “membuka kedok” WHO yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang merugikan negara-negara miskin.
Bahkan Amerika Serikat sendiri telah mendirikan The Vaccine Adverse Events Reporting Sistem (VAERS) yang mencatat berbagai reaksi buruk yang disebabkan oleh berbagai program vaksinasi. Menurut laporan VAERS, tercatat 244.424 kasus, dengan 2.866 kasus berujung kematian sejak tahun 1999-2002.
Demikan pula masyarakat di AS, Kanada, dan beberapa negara Eropa seperti Inngris, Perancis, dan Belanda telah membatalkan beberapa program vaksinasi.
***
Demikian tulisan ringkas ini semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Sebenarnya masih banyak hal-hal penting lainnya yang mungkin terlewat tidak saya tuliskan di sini, seperti kisah-kisah nyata tentang anak-anak yang justru tumbuh lebih sehat tanpa imunisasi dan sebaliknya, kisah tentang tragedi yang terjadi akibat imunisasi pada bayi, dsb.
Setelah membaca informasi-informasi tersebut juga informasi dari artikel-artikel di internet, saya bertekad tidak akan memberikan vaksinsasi kepada anak-anak saya nanti, insyaAllahu Ta`ala. Semoga Allah melindungi kita semua. Allohu Ta`ala A`lam.
Nyatanya dgn vaksin Indonesia sdh mncapai pnurunan dr brbagai mcm pnyakit infeksi yg mematikan. Dari beberapa pnelitian jg menyebutkan klo vaksinasi bbrp penyakit meski belum memusnahkan sama sekali jg menurunkan komplikasi mematikan yg artinya efeknya positif. Sampai sekarang jg komplikasi langsung akibat imunisasi jarang sekali terjadi.
ReplyDeleteBukan menyalahkan opini di atas, cuma butuh bukti yg lebih meyakinkan dan akurat. Karena yg kuketahui itu sudah merupakan fakta yg ada buktinya. Jujur, saya pribadi ingin tahu lebih banyak tentang itu, tapi sampai sekarang saya belum menemukan penelitian yg mendukung atau bukti dengan dalil yg meyakinkan. Sedangkan pekerja kesehatan yg bergerak dalam suatu sistem harus mentaati prosedur yg ada, apalagi dengan maraknya kasus2 hukum yg memberatkan salah satu pihak.
Terima kasih.
silakan baca buku:
ReplyDelete1. Imunisasi, Dampak & Konspirasi; Solusi Sehat ala Rasulallah SAW, yang ditulis oleh Hj. Ummu Salamah, SH., Hajjam.
2. Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia, oleh Jerry D. Gray.
sama sekali bukan promosi.
terima kasih kembali.
thanx for sharing...
ReplyDeletesay no to vaksination and back to thibbun nabawi
barangkali bermanfaat ada diskusi ttg imunisasi di http://forum.ub.ac.id/index.php?action=vthread&forum=6&topic=138&page=6
kalau sudah terlanjur diberi imunisasi bagaimana? dan saat anak saya nanti usia 9 bulan, menurut bidan harus kembali lagi untuk diberikan imunisasi selanjutnya..tolong pencerahannya..terimaksih
ReplyDeletedihentikan aja, Bu. diganti madu, propolis, dan herbal lainnya. insyaAllah tdk apa2. Allahua'lam.
ReplyDeleteorang tua jaman dahulu sehat sehat berumur panjang karena mereka tidak divaksin. sementara kita yg muda muda sudah pada kena penyakit kanker karena suka di vaksin. mau bukti apalagi. prinsip saya, jika saya belum mengerti sesuatu tentang vaksin maka saya tidak akan mengorbankan anak saya untuk divaksin hanya karena saran dokter. sebab saya sangat mencintai anak saya dan tidak akan kubiarkan si dokter itu meracuninya. jangan lupa sob, Allah itu yg menciptakan kita Dia tidak bodoh seperti dipikir oleh dokter, dan Allah telah menegaskan "sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya" (at-tiin:4) ayo sob yakin sama dokter yg baru kemarin kuliah di kedokteran atau yakin sama ayatNya.
ReplyDeleteknp skrg lbih byk & beragam/aneh2 penyakitnya drpd dlu? krn yg dmakan jg makin aneh2, dan dosa2 manusia jg makin byk. sesederhana itu.
DeleteTerima kasih atas pencerahannya.
ReplyDeleteAlhamdulillah.
Deleteyakin sama sistem imun yang Allah SWT buat atau yakin dengan imunisasi buatan manusia< penyakit yang datang itu hanya sebatas cobaan belaka atau kafarat atas dosa dosa yang kita lakukan.
ReplyDeleteyo'i.
Deletebismillah, dimana sy bisa membeli bukunya itu?
ReplyDeleteDi toko buku, Om. Hehe..
DeleteKl sy beli di TB Ahlussunnah, Kwitang (Deket Halte Sentral Senen), diskonnya lumayan.
Ass. Saya jadi sangat galau krn ke 4 anak saya sdh di imunisasi bgmn memperbaiki daya tahan tubuh anak2 saya..?
ReplyDeletedihentikan aja, Bu. diganti madu, propolis, dan herbal lainnya. insyaAllah tdk apa2. Allahua'lam.
Deletealhamdulillah
ReplyDelete