Skip to main content

Posts

Showing posts from 2010

Imunisasi, Satu Lagi Siasat Keji Yahudi

imunisasi dalam timbangan Alhamdulillah , istri saya saat ini telah memasuki bulan keempat kehamilannya. Persiapan demi persiapan menjadi sepasang ayah dan ibu yang baik pun mulai kami usahakan. Masalah kesehatan menjadi prioritas utama bagi kami –tentu saja setelah masalah agama-. Salah satu yang menjadi topik pembicaraan kami dalam penantian sang buah hati adalah imunisasi atau vaksinasi. Qodarulloh , setelah mencari-cari informasi, bukan hanya ilmu tentang baik atau buruk sebenarnya vaksinasi tersebut, saya justru mendapatkan lebih, tentang indikasi kuat adanya konspirasi Yahudi –lagi-lagi Yahudi Laknatulloh - di balik program vaksinasi ini. Berikut saya ringkaskan artikel “Imunisasi, Siasat Yahudi Lumpuhkan Generasi” dalam Tabloid Bekam pada edisi yang mengangkat Imunisasi sebagai topik utamanya. Semoga bermanfaat. Apa itu Imunisasi/Vaksinasi? Bila bibit penyakit penderita TBC, Hepatitis, Meningitis, HIV, Campak, Polio atau penyakit lai

change!

aku ingin mengubah dunia ini. tapi belum bisa.. aku ingin mengubah negara ini. tapi belum bisa.. aku ingin mengubah kota ini. tapi belum bisa.. aku ingin mengubah keluarga ini. tapi belum bisa.. maka, aku ingin mengubah diri sendiri dulu. ***

uang kertas

Pernahkah kita berpikir atau pernahkah terpikir oleh kita, bahwa hidup kita akan seperti ini, SANGAT TERGANTUNG PADA KERTAS. Setiap hari hampir setiap manusia berlombalomba mengumpulkan KERTAS. Kertas. Kertas yang sebenarnya mempunyai nilai intrinsik –kalau tidak boleh dikatakan tidak bernilai- yang sangat minim itu kini -atau bahkan dari dulu- telah menjadi raja dunia. Dipujapuja. Diperebutkan setiap orang. Didewadewakan. Bahkan tak jarang kita baca di koran, orang berbunuhbunuhan hanya karena KERTAS. Menyedihkan sekali. Iya, kertas itu bernama –atau lebih tepatnya dinamai uang. Uang KERTAS. Kertas yang telah berevolusi menjadi uang. Sejarah uang kertas uang kertas Bagaimana ceritanya KERTAS bisa berevolusi menjadi UANG? Begini Saudara-saudara.. Pada zaman dahulu kala, untuk memenuhi kebtuhan hidupnya manusia melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang dimil

bingung iedul adha ?

Sama. Saya juga agak bingung.. Ini mukadimah Ustadz Abu Qotadah dalam pembahasan ikhtilaf mengenai iedul adha tempo hari:   setiap orang beramal berdasarkan ilmu yang telah sampai kepadanya yang dia yakini. dalam hal penetapan iedul adha (termasuk di dalamnya puasa arafah) memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. yang harus dilakukan adalah, memilih di antara pendapat ulama tersebut, yang lebih kita yakini kebenarannya berdasarkan dalil/hujjahnya. Allahu Ta`ala A`lam. Jadi, baca2 dulu di sini , pahami, kemudian pilih yang kita yakini.. Allahu Ta`ala A`lam.

Opini Auditor dan Wanita

Ups, kalau Anda mengira tulisan ini tentang pelanggaran etika atau perbuatan immoral, saya sarankan hentikan saja membacanya sebelum saya mengecewakan Anda. Sebenarnya latar belakang tulisan ini adalah karena saya malu, secara saya bekerja pada sebuah “KAP” terbesar se-Indonesia raya, dan secara tulisan saya di blog ini sudah agak banyak, tetapi saya belum sekalipun menulis tentang core business tempat saya bekerja, audit. Kali ini saya hanya menyimpan apa yang telinga saya dengar dari senior saya di kepala kemudian menuangkannya dalam sebuah tulisan. Semacam rangkuman dari apa yang saya dengar tentang empat macam opini auditor dari sudut pandang yang langka. Sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara -ceilee.., mogamoga bukan efek dari tugas bikin skripsi mini matkul metlit, jangan pada berhenti dulu bacanya ya, ini bukan tulisan ilmiah kok sebenernya-, salah satu audit yang dilakukan BPK R

Long Distance Relationship (LDR)

Kali ini -karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya-, saya mencoba menulis dengan tangan orang lain (gimana tuh masksutnya?). Eh, salah ding, saya mencoba menulis pikiran orang lain dengan tangan saya. Yang saya lakukan hanya lah, searching di google untuk judul di atas, membaca artikel-artikel pilihan saya, kemudian merangkumnya -dengan sedikit penyesuaian tentu saja- di sini. Yup , saya mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan saya saat ini, jauh dari istri. Padahal, salah satu tujuan saya menikah adalah mendapatkan seorang teman yang selalu di sisi saya setiap saat, yang wajahnya adalah yang pertama kali saya dapati ketika terjaga di pagi hari, dan terakhir pula saya lihat sebelum mata terlelap. Tapi, apa daya, takdir tak mungkin ditolak. Faktanya , sekarang saya di sini, dia di sana.

Bujang Lokal

Tak percaya, sekarang saya sendiri mengalaminya. Bujang lokal. Istilah itu pertama kali saya dengar –sekaligus saya tertawakan entah kenapa, mungkin karena unik saja- waktu berkunjung ke Papua. Mereka (para pegawai di Perwakilan, red) menamakan diri seperti itu lantaran terpisah dari keluarga, terutama istri. Mereka, mau tak mau ditugaskan di luar Jawa, sementara istri –dan anakanak, mungkin- harus tetap di Jawa karena satu dan lain alasan. Walaupun mereka memperlihatkan keceriaan saat makan malam, tapi kesedihan dan kepedihan itu tak bisa disembunyikan begitu saja, pun tampak jelas di wajahwajah mereka. Beberapa pejabat –juga pegawai biasa- tetap membawa serta istri mereka ke kota kerja mereka di luar Jawa, salut. Agak berbeda dengan kasus saya. Saya tidak atau belum -dan mudahmudahan takkan pernah- ditugaskan di luar Jawa, tapi istri saya sudah tidak bersama saya lagi saat ini. Kebahagiaan yang baru saya rasakan beberapa bulan, kembali hilang. S

Kuliah Kerja Nikah

Skripsi, S.K.R.I.P.S.I., tujuh huruf itu kini senantiasa terngiangngiang di kepala mungil saya (mungil, kalau dibandingin kepala gajah, hhe). Padahal masih ada tiga mata kuliah lagi yang harus dibereskan sebelum semester depan benerbener harus bikin skripsi. Tapi ya dasarnya saya seorang visioner (halah..), selalu berpikir jauuuh ke depan, selalu (inginnya) sedia payung sebelum hujan, sedia perahu karet sebelum banjir. Maka, saya pun sedia (lebih tepatnya caricari) judul skripsi sebelum bikin skripsi, syukursyukur udah sedia pula simpulan dan sarannya. Tapi apa boleh dikata, sampai sekarang, memahami apa sebenarnya makhluk bernama skripsi itu pun saya masih sulit. Metode penelitian, “mata kuilah pengantar menuju penyusunan skripsi”, walaupun sedikit membantu, namun tidak sepenuhnya memahamkan saya tentang hakikat skripsi itu sendiri. *pending.. Istri saya belakangan ini sangat susah makan! Bukan. Bukan karena cacingan, tetapi karena lagi hamil muda. Hhe.. “Memang seperti itu.”, ka

Dua Garis Merah Muda

Jumat, 24 September 2010, pagi hari sekali sekitar pukul 03.03 WIB, istri membangunkan saya. “Mas, saya mau pipis. Gimana kalo sekarang aja tes-nya?” “Ya sudah.” Jawab saya. Setelah terlambat haid sekitar satu minggu dari siklus normalnya, malam sebelum pagi itu, dia mengajak saya ke apotik untuk membeli strip uji kehamilan. Pagi itu pun jadi hari bersejarah dalam kehidupan rumah tangga kami (jiah). Untuk pertama kalinya, istri saya melakukan tes uji kehamilan. Setelah menampung urine dalam wadah yang telah disiapkan malam harinya, saya membuka bungkus strip dan mencelupkannya ke urine sesuai dengan instruksi pada kemasan yang sebelumnya telah berulang kali kami baca. 30 detik pun berlalu, dan bahkan sebelum saya mengangkat strip itu dari celupan urinee, dua garis warna merah muda telah muncul dengan sangat jelas. Alhamdulillah. dua garis merah muda Ya, istri saya hamil!! ( insyaAllah , karena alat uji kehamilan yang kami pakai –katanya- memiliki tingkat akurasi hingga 99

episode bisu

jangan dilawan api dengan api aku tak inginkan kebakaran tidak pula kriwikan dadi grojogan afwan.. ini bukan tentang benar salah bukan pula menang kalah afwan.. mungkin bahasaku bukan bahasamu mungkin katakataku bukan katakatamu sekali lagi, afwan.. untuk ucapan yang (mungkin) kurang enak didengar -the spirit of java, 18 sept 2010-

Ramadhan (insyaAllah) segera berlalu

hari ke-dua puluh empat, lima atau enam hari kemudian lebaran kebanyakan manusia bergembira, bersiap menyambutnya sepuluh hari terakhir dihabiskan menyibukkan para kasir supermarket lebih ramai dari pada rumahrumah Allah Lailatul Qadr pun berlalu di tempat tidur Ramadhan segera berlalu tak ada lagi makan sembunyisembunyi tak ada lagi bangun pagipagi tak ada lagi shalat di malam hari Ramadhan segera berlalu, tidakkah menyisakan sesuatu? -ruangan dingin, 24 Ramadhan 1431 H-

Pak Tholib dan Bu Tholib

Adalah Pak Tholib dan Bu Tholib, sepasang suami istri –atau lebih tepatnya, sepasang kekek nenek- yang telah berkepala lima*. Di Jakarta, merekalah tetangga kami satusatunya –bisa dibilang begitu- sekaligus Bapak Ibu kontrakan kami . Pak Tholib adalah seorang pensiunan PNS –seperti kemungkinan besar masa depan saya, itupun andai masih hidup di usia segitu- Pemda DKI Jakarta. Bu Tholib konon kabarnya adalah ibu rumah tangga semenjak kali pertama menikah, tak pernah merasakan yang namanya menjadi wanita karir dan sebagainya. Dari sisi ini, beliau sedikit “lebih baik” dari istri saya. Sedikit yang saya tahu dari mereka yang bisa saya ceritakan di sini, secara siang hari saya harus bekerja di kantor sedangkan malam harinya saya harus istirahat dan atau “istrirahat”. Toh Pak Tholib dan Bu Tholib juga seringnya menutup pintu rumah mereka sebelum malam. Praktis saya hanya mungkin berbincang dengan mereka di hari sabtu dan minggu, itu pun hanya waktu sisa dari yang lebih banyak saya habiskan

setelah menikah

(tulisan pertama, setelah menikah) Kami tinggal di Cipinang Baru Bunder No. 34, RT07 RW 18, Pulogadung, Jakarta Timur. Saya dan istri saya, Siti Munawaroh namanya. Sebelumnya, rumah kontrakan ini sempat saya tinggali sendiri satu bulan lamanya. Setelah kemudian saya pulang kampung untuk menjemput istri saya ke sini (baca: menikah). Ya, kami baru saja atau belum lama menikah. 4 Juli 2010 kemarin. Pernikahan yang sangat sederhana. Ijab Qobul, ceramah, makanmakan, sudah, silakan pulang sambil memberi selamat kepada saya atau istri bagi yang wanita. Pernikahan yang lumayan berjalan lancar, selain sedikit kesalahan teknis bahwa si Penghulu lebih dulu datang sebelum saya datang, bukan karena terlalu bersemangat menikahkan saya, tetapi karena salah mendapat informasi tentang rencana waktu pelaksanaan Ijab Qobul. Ijab Qobul pun berjalan sangat lancar, selain saya hampirhampir salah mengucapkan mahar 4 gram emas menjadi 4 kilogram emas. Sekitar 14 miliar hanya untuk mahar luar biasa, bisa ja

korbankorban propaganda

Sedih. Sedih, bukan karena beberapa kali ada teman -sesama muslim- yang berkata kepada saya, “kamu kayak teroris”, sedih lebih karena hal itu menandakan jauhnya umat Islam dari Islam itu sendiri, jauh dari ilmu. Terlepas dari apakah hal semacam itu adalah tuduhan, ejekan, atau sekadar gurauan. Setidaknya ada beberapa kesalahan konsep berfikir mereka. Kesalahan pertama, seperti penyaklit kebanyakan masyarakat Indonesia, PUKUL RATA . Ambil contoh sederhana, jika dikatakan, “Budi itu orangnya agak gendut, rambutnya keriting”, apakah berarti semua orang yang agak gendut dan berambut keriting bernama Budi? Jika ada yang menjawab “Ya”, sepertinya harus diikutkan test IQ dan dimintakan rekomendasi terkait hasilnya. Lalu kenapa, setiap ada orang bercelana cingkrang, berjenggot, wanita pakai cadar, atau orang bernama Abu Abdillah, mereka langsung serta merta menyebut, “teroris” hanya karena penampilan mereka serupa? Ayolah, lebih cerdas lah sedikit.

Peta Lokasi Akad Nikah Saya, insyaAllahu Ta`ala

Gedongan, RT 02 RW V Bentakan, Baki, Sukoharjo.

alzheimer

Senin kemarin, sore hari. Hari pertama saya berangkat ke kantor dari kontrakan baru. Sebelumnya, hal yang sama pernah terjadi saat saya masih tinggal di kos, belum lama. Keinginan sekadar merebahkan tubuh di kasur empuk setelah bekerja seharian harus tertunda beberapa jam, akibat sifat pelupa tingkat tinggi saya, kunci kontrakan tidak ada! Menangis lah. Awalnya saya kira kunci itu terjatuh di jalan waktu saya memasukkannya ke tas sambil berjalan waktu berangkat tadi pagi. Setelah saya telusuri sepanjang jalan dari kontrakan sampai tempat menunggu bus jemputan kantor, sambil sesekali menanyai tetangga-tetangga yang belum begitu kenal -karena saya baru menginap dua malam di kontrakan- yang sedang berada di teras-teras depan rumah mereka dan hasilnya nihil, saya baru ingat bahwa saya sempat mengeluarkan rombongan kunci –tidak hanya kunci kontrakan, ada juga kunci kamar, kunci gembok pagar, dan kunci laci meja kantor- tersebut di kantor untuk membuka laci meja tempat saya menyimpan lapto

dan, semester ini pun berlalu..

Kemarin, saya bolos ke kantor untuk sekadar menuntaskan perkuliahan semester genap di STEI tahun ini (wajar -dengan pengecualian-, jikalau sebagian dari anda tidak mengenal kampus ini, salah satu dosen kami, menyebutnya Sekolah Tinggi Elmu Ikonomi). Sepakat atau tidak, saya menyebut semester ini semester yang cukup melelahkan. Hampir mirip dengan semester ketiga di STAN, di mana di sana ada Trio Macan (begitu temanteman di STAN menyebutnya dulu untuk tiga mata kuliah “terkutuk”, Intermediete Accounting, Financial Management, dan Cost Accounting ) plus beberapa mata kuliah hafalan –dan saya paling tidak bisa menghafal, apalagi menghafal pelajaran-. Ya. Semester ini senin sampai sabtu saya kuliah. Melelahkan sekali, bukan? Siang bekerja mencari uang, malam kuliah mencari ilmu -halah-. Ahad, mencari istri -Haha, nggak lah-. Yang saya “sukai” dari semester ini adalah ada 4 mata kuliah akuntansi sekaligus (wow), akuntansi keuangan 2, akuntansi keuangan lanjutan 1, akuntansi manajemen, dan

engkau dipercaya, akankah engkau berkhianat?

Sungguh, sepasang bola mata yang dengannya engkau dapat melihat indahnya warna-warni dunia ini seharusnya cukup untuk membuatmu senantiasa bersyukur kepada Allah.. Betapa banyak saudara kita yang tidak dapat melihat.. Tapi apa yang kau lakukan wahai Kawan? Kau gunakan mata itu untuk melihat apa-apa yang diharamkan Allah? Bukannya bersyukur, kau justru bermaksiat dengannya? La haula wa la quwwata illa billah.. Sungguh, sepasang telinga yang dengannya engkau dapat mendengar suara dunia ini seharusnya cukup untuk membuatmu senantiasa bersyukur kepada Allah.. Betapa banyak saudara kita yang tidak dapat mendengar.. Tapi apa yang kau lakukan wahai Kawan? Kau gunakan telinga itu untuk mendengar apa-apa yang diharamkan Allah? Bukannya bersyukur, kau justru bermaksiat dengannya? La haula wa la quwwata illa billah.. Sungguh, lisan yang dengannya engkau dapat menyampaikan pesan seharusnya cukup untuk membuatmu senantiasa bersyukur kepada Allah.. Betapa banyak saudara kita yang tidak dapat beruc

mati rasa

ada apa dengan diri ini? inikah yang namanya pemberontakan? ataukah pelarian? sakit hati atau sakit jiwa? mati rasa atau mati rasa? gundah ini adakah obatnya? gelisah ini adakah penawarnya? hati ini terbolak-balik begitu cepat. secepat daun rapuh diterpa angin kencang jatuh ke bumi. lalu bangkit lagi dan terpuruk lagi. bangkit lagi dan terpuruk lagi. diinjak-injak kehinaan. silkus tidakkah bisa diputus? benar-benar rakyat jelata saya. rakyat jelata yang kadang merasa laiknya dewa. adakah obat penawarnya? karena saya mungkin memang sedang keracunan.

Allah kadang menakdirkan kelucuan

Apa jadinya dunia ini tanpa senyum dan tawa. Walaupun senyum dan tawa yang berlebihan atau tidak pada tempatnya juga tidak baik. Percaya atau tidak, kadang saya merasa Allah “mengajak bercanda” melalui takdir-takdirnya yang lucu, aneh, unik, atau apa lah istilah yang lebih tepat saya tidak paham juga. Seperti tempo hari ketika saya mengunjungi sebuah minimarket. Setelah memilih beberapa makanan ringan dan minuman, saya beranjak ke kasir. Di situ saya baru melihat isi dompet saya yang ternyata hanya ada selembar uang sepuluh ribuan dan selembar lagi lima ribuan. “Semoga saja tidak sampai lima belas ribu perak”, bilang saya dalam hati. Tapi ternyata, “enam belas ribu dua ratus rupiah, Mas”, kata si Kasir. “Hehe. Maaf, Mbak, baru liat dompet. Uang saya tinggal lima belas ribu. Bisa di-cancel aja, yang ini, yogurtnya.” Dan karena itu juga, rencana saya makan malam di sebuah warteg setelah itu pun pupus sudah. ATM agak jauh.

saya, beberapa waktu yang lalu

saya, sekarang.. sedang duduk manis di depan komputer jinjing, mengetik tulisan sederhana ini. saya, satu jam yang lalu.. menjama` makan pagi dan makan siang di sebuah warung pinggir jalan dekat kampus. saya, sehari yang lalu.. terbingungbingung oleh mata kuliah advanced accounting yang –menurut saya- ada yang salah dengan metode mengajar sang dosen. saya, sepekan yang lalu.. menyimak taushiyah dari lisan mulia seorang ustadz, dengan sesekali terkantukkantuk. saya, sebulan yang lalu.. melepas rindu kepada ibu tercinta, keluarga, dan kampung halaman. saya, setahun yang lalu.. berpisah dengan teman-teman dari Kalibata yang kini menyebar di seluruh penjuru nusantara. saya, satu dasawarsa yang lalu.. berdaptasi dengan teman dan lingkungan baru di sebuah SMP belakang rumah sakit dan sungai jorok. saya, satu abad yang lalu.. bahkan ibu bapak saya pun belum lahir! saya, dua puluh tiga tahun yang lalu.. keluar dari rahim seorang ibu, telanjang dan tanpa dosa. saya

Paling Enak Anak-anak

Kadang terpikir ingin kembali menjadi anak-anak. Tanpa beban. Bebas saja. Bermain, bersenang-senang setiap waktu. Mau apa-apa tinggal minta orang tua. Tidak diberi tinggal menangis. Hha, enak sekali sepertinya. Tidak seperti orang dewasa. Banyak pikiran. Banyak masalah. Jadi ingat, masa-masa kecil yang indah. Pulang sekolah. Ganti baju, bermain bersama teman-teman. Main bola, main petak umpet, sampai main lompat tali. Menunggu Bapak Ibu pulang dari pasar membawa oleh-oleh. Atau kembali menjadi bayi sekalian. Makan, tidur, -maaf- eek, makan, tidur, -maaf lagi- eek, dst. Hhe. Sudah berlalu semua itu. Tidak bisa diulang kembali ya. Tidak ada mesin waktu. Mesin waktu hanya bualan. Tapi sepertinya ketika anak-anak dulu, kita malah berpikir sebaliknya. Sampai-sampai ada mainan rumah-rumahan, ada yang jadi suami, ada yang jadi istri, anak, anjing penjaga rumah, dsb. Anak-anak kecil yang ingin cepat dewasa. Kerja. Dapat uang banyak. Bebas. Tidak lagi disuruh tidur siang oleh nenek (karena

Papua

Inilah enaknya jadi pegawai BPK RI, bisa “jalan-jalan” gratis (atau lebih tepatnya pakai uang rakyat-jadi harus hati-hati, jangan sampai benar-benar hanya jalan-jalan saja-). Dan lebih enak lagi, jika Anda ditempatkan di Unit Kerja ini, Inspektorat (auditor internal BPK, salah satu tupoksi nya mengawasi Perwakilan BPK RI). Ya, karena sangat memungkinkan untuk berkunjung ke setiap Provinsi (perwakilan BPK ada di setiap Provinsi), darisabangsampaimerauke. Dan asyiknya lagi, hanya di Ibu Kota Provinsi, tidak terlalu ke “dalam-dalam”. Dan Juni 2009, tugas luar paling awal (pertama, red) saya adalah menyambangi kantor perwakilan BPK RI paling timur: Jayapura, Papua. Yang pertama kali saya notice saat menginjakkan kaki di tanah Papua adalah Airport yang lebih mirip terminal. Tapi tak apa, setidaknya kami tidak mendarat di hutan atau menabrak gunung, Alhamdulillah. Jayapura adalah kota yang eksotis. Jayapura adalah hutan yang berbukit-bukit. Itu intinya. Sepanjang jalan dari Bandara ke kota

Kejutan Kecil

Terkejut. Sedikit terkejut saya ketika membaca sebuah notes teman saya di facebook. Sebuah notes berjudul Jeritan Hati Sang Pegawai Negeri . Dia (teman saya penulis notes tersebut) sebenarnya hanya menyalinnya dari rubrik Tanya jawab di majalah Nikah. saya terkejut bukan hanya karena pertanyaan-pertanyaan di situ mewakili pertanyaan-pertanyaan saya selama ini. Tapi, tapi itu pertanyaan-pertanyaan yang saya kirim beberapa bulan yang lalu ke redaksi majalah nikah via email! Dan sekarang saya mendapatkan jawabannya bukan langsung dari redaksi majalah Nikah ke alamat email saya, atau dari majalah Nikah yang saya hanya beli kadang-kadang, tapi dari notes teman saya, yang bahkan saya tidak di-tagnya. SubhanAllah. Saya hanya merasa lucu (sebenarnya kata ‘lucu’ juga kurang tepat) saja. Sebenarnya saya sudah tidak terlalu mengharapkan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Satu, karena saya agak kecewa dengan majlah Nikah, karena saya kirim pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai tiga kali d

Pelajaran dari Sang Pencopet

(berdasarkan kisah nyata seorang teman) awas copet! Sesaat sebelum turun dari Bus kota jelek itu, dia tersadar, handphonenya telah raib, handphone yang baru dibelinya dua bulan lalu itu telah berpindahtangan. Kesal, tentu saja. Beberapa menit yang lalu ia benar-benar berhati-hati menjaganya, sesekali dipeganginya handphone di kantong kiri celana panjangnya itu untuk memastikannya masih berada pada tempat yang benar. Sebelumnya, dia sengaja memindahkan handphone tersebut dari kantong kemejanya. Dia kira justru di tempat itu akan lebih aman ketika berdesakdesakkan di dalam bus seperti ini. Dan kini, ia kecolongan. Hanya beberapa menit saja, atau bahkan mungkin tidak sampai satu menit sebelum ia sadar handponenya telah dicuri orang. Beberapa menit fokusnya terbagi untuk turun dari bus berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh kawanan pencopet di bus itu untuk menjarah handphone miliknya. Dia hanya bisa kesal dan pasrah, diam. Berpikir. Tadi ada orang yang mengarah-arahkan dia untuk turu

Bukan Puisi

Aku bukan malaikat. Tanpa dosa. Aku juga bukan iblis. Tanpa kebaikan. Aku  bukan jenius. Aku pun bukan idiot. Aku hanya manusia biasa. Tak sempurna. Tempat salah dan lupa. Kadang menangis. Kadang tertawa. Aku seperti orang kebanyakan. Butuh peluk dan ciuman. Terima aku apa adanya. Atau pergi saja. Sekarang juga.