Skip to main content

alur opini audit

alur opini audit
Setelah mendapatkan beberapa temuan audit --tentu saja yang telah 'disepakati' bersama auditee, yang harus dilakukan berikutnya adalah mengelompokkan dan menguantifikasi temuan. Seperti yang sudah pernah sedikit disinggung di sini, bahwa temuan audit dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar: kelompok Salah Saji (misstatement) dan kelompok Pembatasan Lingkup (Tidak Cukup Bukti). Secara mudah, dapat dikatakan temuan digolongkan dalam kelompok Salah Saji apabila auditor mendapatkan bukti yang cukup untuk menguantifikasi secara pasti salah saji yang terjadi dalam laporan keuangan (LK). Sebaliknya, temuan digolongkan dalam kelompok Pembatasan Lingkup apabila auditor gagal memperoleh bukti yang cukup untuk meyakini salah saji yang terjadi, termasuk setelah ditempuh prosedur alternatif --jika ada.

Salah saji dapat terjadi karena kesalahan pilihan kebijakan akuntansi, kesalahan penerapan kebijakan akuntansi, atau ketidakcukupan pengungkapan dalam LK. Pembatasan lingkup dapat berupa keadaan di luar kendali entitas (catatan akuntansi hancur, disita, dsb), keadaan terkait sifat dan waktu penugasan (waktu yang tidak cukup, pengendalian intern yang lemah, ketidakcukupan catatan akuntansi, dsb), atau pembatasan oleh manajemen.

Setelah masing-masing temuan digolongkan pada dua kelompok tersebut, langkah berikutnya adalah menguantifikasi temuan-temuan tersebut. Untuk kelompok temuan salah saji, nilai salah saji telah jelas. Untuk kelompok pembatasan lingkup, nilai yang diukur adalah kemungkinan dampak salah saji, jika ada, atau besarnya nilai yang tidak dapat ditemukan dengan prosedur audit, termasuk prosedur alternatif. Sekadar catatan, tidak semua temuan pembatasan lingkup wajib dinilai karena ada temuan-temuan yang memang tidak menyangkut nonimal tertentu dalam laporan keuangan.

Setelah semua temuan dikuantifikasi, auditor menentukan materialitas (material atau tidaknya) salah saji atau pembatasan lingkup masing-masing temuan. Hal ini dilakukan melalui pembandingan nilai temuan dengan materalitas individu (kita sebut saja MI) akun yang terpengaruh oleh temuan tersebut. *materialitas individu dan materialitas agregat akan dibahas di lain waktu, insyaAllah* Jika nilai salah saji atau pembatasan lingkup lebih dari MI akun yang terpengaruh oleh satu atau beberapa temuan, maka akun tersebut layak dijadikan pengecualian opini. Dari langkah ini, auditor mendapatkan akun-akun yang akan menjadi pengecualian opini. Jika tidak ada satupun (nilai salah saji atau pembatasan lingkup masing-masing temuan tidak lebih dari MI masing-masing akun yang terpengaruh), maka auditor dapat memberikan opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP).

Nilai salah saji akun-akun yang menjadi pengecualian/yang material yang didapatkan dari langkah di atas dijumlahkan untuk dibandingkan dengan materialitas agregat (kita sebut saja MA). Jika jumlah salah saji kurang dari MA, auditor dapat memberikan opini 'Wajar dengan Penjelasan (WDP) karena Salah Saji'. Jika jumlah salah saji lebih dari MA dan pengaruhnya bersifat pervasive terhadap keseluruhan LK, auditor dapat memberikan opini Tidak Wajar (TW).

Selain jumlah salah saji yang material, nilai pembatasan lingkup akun-akun yang menjadi pengecualian juga dijumlahkan dan dibandingkan dengan MA. Jika jumlah pembatasan lingkup kurang dari MA, auditor dapat memberikan opini 'Wajar dengan Penjelasan (WDP) karena Pembatasan Lingkup'. Jika jumlah salah saji lebih dari MA dan pengaruhnya bersifat pervasive terhadap keseluruhan LK, auditor dapat Tidak Memberikan Pendapat (TMP).

Fuih, demikian penjelasan panjang lebar dari saya. Ada pertanyaan? Seharusnya ada. Makhluk apa itu "pervasive"?

Terus terang saya juga baru tahu belakangan ini tentang pervasive. Sejauh pandangan saya, pervasiveness ini malah seperti alat yang ditanamkan dalam konsep alur opini di tempat saya bekerja hanya untuk mempersulit opini TW dan TMP. Karena setahu saya sebelum ini, jika total salah saji material lebih dari MA, itu sudah cukup untuk memberikan opini TW. Begitupula jika total pembatasan lingkup yang material lebih dari MA, itu sudah cukup untuk memberikan opini TMP. *Liat kanan kiri, hapus, ah.* Pervasiveness adalah pengaruh salah saji atau pembatasan lingkup suatu akun terhadap akun-akun lain dalam LK. Pervasiveness dapat ditentukan dari tiga indikator, yaitu kompleksitas, proporsi, dan pengungkapan (disclosure). Kompleksitas adalah sifat pengaruh akun terhadap akun-akun lain dalam LK. Proporsi adalah besarnya nilai salah saji/pembatasan lingkup terhadap total nilai seluruh akun yang diaudit. Pengungkapan adalah informasi yang harus disampaikan dalam LK --termasuk CaLK-- agar stakeholders tidak salah dalam pengambilan keputusan.

Satu lagi pertanyaan yang seharusnya muncul adalah: bagaimana jika total nilai salah saji dan total nilai pembatasan lingkup sama-sama lebih dari MA dan sama-sama pervasive? Untuk kasus seperti ini, opini yang diberikan auditor seharusnya cenderung lebih ke TMP.


Udah dulu ya. CMIIW.

sumber: Panduan Pemeriksaan LKPD

Comments

  1. bagaimana dengan asersi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan sistem pengendalian intern?

    ReplyDelete
  2. dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, disebutkan empat dasar opini BPK: 1) kesesuaian dgn SAP, 2) kecukupan pengungkapan, 3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan 4) sistem pengendalian intern. menurut saya, dua dasar terakhir telah diakomodasi dalam LHP atas kepatuhan dan LHP atas SPI yang biasa diterbitkan satu paket dengan LHP atas LK. adapun pengaruhnya terhadap opini, seperti yg telah dijabarkan di atas, temuan2 yg dmaksud adalah temuan kepatuhan dan temuan SPI dalam dua LHP tersebut. biasanya, sekali lagi biasanya, temuan SPI cenderung ke ranah pembatasn lingkup sedangkan temuan kepatuhan cenderung ke ranah salah saji. CMIIW, Widhi yang auditor pasti lebih tahu banyak..

    ReplyDelete
  3. hohoho, begitu ya win
    manggut-manggut

    ReplyDelete
  4. hahaha kayanya saya tahu nih tempat kerjanya *sok tahu* :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se