Skip to main content

Bujang Lokal


Tak percaya, sekarang saya sendiri mengalaminya. Bujang lokal. Istilah itu pertama kali saya dengar –sekaligus saya tertawakan entah kenapa, mungkin karena unik saja- waktu berkunjung ke Papua. Mereka (para pegawai di Perwakilan, red) menamakan diri seperti itu lantaran terpisah dari keluarga, terutama istri. Mereka, mau tak mau ditugaskan di luar Jawa, sementara istri –dan anakanak, mungkin- harus tetap di Jawa karena satu dan lain alasan. Walaupun mereka memperlihatkan keceriaan saat makan malam, tapi kesedihan dan kepedihan itu tak bisa disembunyikan begitu saja, pun tampak jelas di wajahwajah mereka. Beberapa pejabat –juga pegawai biasa- tetap membawa serta istri mereka ke kota kerja mereka di luar Jawa, salut.
Agak berbeda dengan kasus saya. Saya tidak atau belum -dan mudahmudahan takkan pernah- ditugaskan di luar Jawa, tapi istri saya sudah tidak bersama saya lagi saat ini. Kebahagiaan yang baru saya rasakan beberapa bulan, kembali hilang. Sendiri lagi, seperti dahulu. Tanpa istri di sisiku. Makan, makan sendiri. Cuci baju sendiri. Tidur sendiri. Mandi pun sendiri (eh, maksudnya apa yang inih?).
Iya, istri saya akhirnya pulang kampung ke Solo. Sebelumnya, karena hamil muda, tak doyan makan, plus tak punya teman siang hari di rumah ketika saya di kantor, terpaksalah kami menyusahkan -dengan mendatangkan- ibu ke sini untuk menemani dan menyemangati anak putri satusatunya yang sedang hamil muda. Baru satu pekan berjalan, orang rumah mengabarkan, bapak sudah tidak karuan. Seperti anak ayam kehilangan induknya, seperti penerjun kehilangan parasut (ß yang ini ngarang.., jangan dibayangkan, terlalu sadis), bingung lantaran ditinggal ibu ke Jakarta. Maklum, ibu dan bapak cuma tinggal berdua di rumah, di Solo. Anakanak mereka sudah pada menetap di luar kota, termasuk yang terakhir adalah putri mereka yang saya “culik” ke Jakarta. Jika ibu di sini, maka praktis dan otomatis bapak tinggal sendiri. Secara bapak belum pernah sebelumya ditinggal ibu dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah lagi rasa kangen kepada istri –yang saat ini telah bermutasi ke diri saya-, wajar jika beliau sampai seperti itu. Bapak pun minta ibu pulang. Akhirnya, setelah sedikit memutar otak, diputuskan, kakak –dari Purwodadi, sebuah kabupaten di sebelah utara kota Solo- menjemput ibu ke Jakarta dan istri saya ikut pulang ke Solo. Karena istri sedang hamil muda, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka saya pesankan saja tiket pesawat biar cepat. Dengan berat hati, kakak istri saya yang takut ketinggian (baca saja: takut naik pesawat) terpaksa harus terbang lagi. Dengan berat hati pula, saya pun harus melepas kepergian istri tercinta.
Dan akhirnya, saya pun merasakan sendiri, dan menertawakan diri sendiri, bujang lokal, pria kesepian. Awalnya saya kira saya akan biasabiasa saja. Tak apa, toh saya sudah biasa tinggal di Jakarta sendirian, hampir lima tahun, kata saya waktu itu. Ternyata oh ternyata, seperti ini rasanya. Mendungnya langit hitam kelam, lebih mendung hatiku. Derasnya hujan, lebih deras air mataku. Kencangnya angin barat, masih lebih kencang rinduku.

Jangankan satu tahun..
Satu jam saja, di rumah sendiri tanpa istri, rasanya seperti ini..
Sekarang saya tahu, kenapa bapak sampai seperti itu..
Sekarang saya mengerti, apa yang bapak alami..
Karena ibu milik bapak..
Sebagaimana engkau milik saya..
Bagai dipisah laut dan pantai..
Dua makhluk yang seharusnya selalu bersama..
Jangan tanya rindu..
Karena jawabnya tentu saja..

-sabtu malam, 16 oktober 2010, di rumah (baca: kontrakan) kesepian-

Maaf kepada para pembaca –kalo ada yang baca selain saya-, akhirakhir ini saya lebih banyak menulis tentang saya sendiri, tentang kehidupan baru saya sebagai seorang suami. Harap maklum..

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara