Skip to main content

VBAC, Persalinan Normal Setelah Caesar untuk Ibrahim (4): Alhamdulillah, Akhirnya Lahir Juga



Setelah ‘USG gagal’ itu, saya sebenarnya masih penasaran untuk mengulanginya, di dr. Aniek, RS PKU. Dan ternyata, istri saya pun punya pikiran yang sama. Hanya saja, ia khawatir. Pertama, takut ‘dimarahi’ dr. Aniek karena seharusnya sesuai jadwal, saat HPL, kami memeriksakan kandungan ke sana. Sepekan sebelum HPL (10 September), istri saya memeriksakan kandungannya ke dr. Aniek. Waktu itu, dr. Aniek bilang bahwa insyaAllah bisa untuk persalinan normal dan ini tinggal menunggu tanda-tanda persalinan. Kembali ke sini saat tanda-tanda itu datang atau periksa kembali sepekan kemudian, pas HPL. Kekhawatiran kedua, takut kejadian Maryam terulang lagi, niatnya sekadar periksa kandungan, malah berakhir dengan operasi Caesar.

23 September. Pagi hari. Setelah kemarin mendapati tanda-tanda flek dan bercak darah, hari ini istri saya mendapati tanda-tanda cairan bening. Khawatir itu adalah air ketuban yang pecah dini, Bu Bidan Umroh di-SMS. Pasalnya, ciri-ciri air ketuban masih samar bagi kami, banyak artikel yang memuat cirri-ciri yang berlainan, bahkan bertentangan satu dengan yang lain; ada yang bilang bening, ada yang bilang keruh, ada tidak berwarna dan tidak berbau, ada yang bilang berbau tidak enak. Via SMS, Bidan Umroh pun menyarankan untuk kembali periksa.

09.00. Masih dengan motor!, saya membawa istri saya ke RB ‘Aisyah, pagi itu juga. Sampai di sana, ternyata ada bayi yang baru lahir tadi pagi, sekitar pukul 05.30. Beberapa saat setelah istri saya diperiksa oleh Bidan Umroh, beliau memberitahu saya di ruang depan, sudah buka dua, dan sudah mulai ada kontraksi berarti yang teratur, sekira 15 menit sekali. Maka, sebaiknya ditunggu saja di sini. Jika dalam enam jam tidak ada tanda-tanda lanjutan, diperbolehkan pulang. Saya pun dipersilakan masuk ke kamar pasien tempat istri saya.

Setelah beberapa saat berbincang dengan istri saya, saya minta izin untuk pulang dulu, mengambil pakaian yang nyaman untuk istri, makanan dan minuman, serta memberi tahu ibu di rumah, agar tidak menunggu dengan bertanya-tanya. Kemudian segera kembali.

13.30. Istri saya diperiksa lagi oleh Bidan Ibis. Kali ini sudah pembukaan tiga. Namun, istri saya justru ingin pulang dan menunggu di rumah. Saya, sebaliknya, ingin istri tetap menunggu saja di sini. Dari sisi psikologi, saya kira menunggu di sini lebih menguntungkan, karena akan ada pikiran positif bahwa insyaAllah bayi akan segera lahir, alih-alih menunggu di rumah, yang kemungkinan malah kembali menjadikannya tidak tenang dan kurang sabar. Seperti biasa, saya hanya memendamnya di hati saja, tetapi saya memberitahukannya kemudian. Nanti, setelah ‘ini’.

Bu Ibis memberi tahu Bu Umroh via telepon bahwa istri saya ingin pulang dulu, termasuk member tahu bahwa sudah bukaan tiga. Bu Umroh menjawab kompromis, diperiksa satu kali lagi saja, setelah itu jika memang belum ada tanda-tanda lebih lanjut lagi, boleh pulang. Jarak antar pemeriksaan (VT) sekitar empat jam. Jadi, sekitar 17.30 diperiksa lagi.

19.30. Karena satu dan lain hal, pemeriksaan baru kembali dilakukan selepas Isya’. Ketika balik dari masjid dekat RB, saya sudah tidak mendapati istri di kamarnya. Ternyata, ia sedang diperiksa Bu Umroh di ruang lain.

Beberapa saat kemudian, Bu Umroh memberi tahu saya bahwa istri saya pindah kamar, sambil menunjukkan kamar dimaksud. Saya menyusul masuk. Kamar ini sepertinya kamar bersalin, lengkap dengan peralatannya. Selain itu, memang lebih nyaman di sini, mungkin karena ber-AC. Dan ternyata memang istri saya yang memilih pindah ke sini, tentu karena ditawari Bu Umroh. O ya, kali ini bukaan sudah ‘merangkak’ naik lagi ke level empat. Kontraksi semakin kuat dan intens. Jadi, sudah positif tidak boleh pulang lagi. InsyaAllah malam nanti atau dini hari lahir.

20.00. Sekira mulai pukul ini, istri saya tidak berhenti merintih kesakitan. Bidan mengintruksikannya untuk berbaring ke kiri. Istri saya mengeluh, justru ketika berbaring ke kiri, rasa sakitnya semakin menjadi. Rasa sakit dari kontraksi si jabang bayi.

Kontraksi semakin menit semakin bertambah kuat. Istri saya semakin tak karuan tingkah polahnya. Saya, yang menungguinya, sendirian, terus memberinya semangat dan tak henti memintanya bersabar. Sesekali darah keluar dari jalan lahir, semakin menit semakin banyak.

Beberapa kali saya memanggil bidan atau perawat. Kadang karena permintaan istri saya, kadang atas inisiatif saya. Karena rasa sakit istri saya semakin tidak tertahankan, juga karena saya melihat darah sangat kental bahkan hampir memadat keluar. Mbak Perawat hanya menjawab, memang seperti itu, sambil sesekali menengok ke kamar. Dan ternyata tentang darah itu, istri saya bilang, kalau mens, sudah biasa keluar seperti itu, hanya saja memang tidak sebanyak itu.

21.30. Kali ini istri saya bilang seperti ingin mengejan. Berdasarkan referensi yang saya baca, tidak boleh mengejan kecuali setelah pembukaan lengkap sepuluh. Saya memanggil Bidan. Bidan Umroh kembali memeriksa pembukaannya. Buka lima. Memang kalau lahiran (normal) pertama, agak lama pembukaannya, satu jam naik satu, kata Bu Bidan, kurang lebih.

22.30. Sekitar pukul setengah sebelas malam (kalau saya tidak salah ingat), terdengar suara tangis bayi baru lahir di ruangan depan. Ternyata memang ada ibu hamil yang baru saja masuk, beberapa saat kemudian melahirkan. Enak sekali, batin kami. Tetapi mungkin, memang dari rumah ia sudah membawa modal pembukaan yang banyak.

Sementara, istri saya masih belum berhenti dari rintihan kesakitannya. Saya yang melihatnya pun, seolah ikut merasakan penderitaannya. Dan sama, berharap ini segera berakhir baik. Saya bilang, berasabarlah, semakin sakit rasanya, semakin dekat dengan persalinan, insyaAllah sebentar lagi kita menyusul (persalinan di ruang sebelah itu).

23.00. Istri saya kembali meminta dipanggilkan bidan karena kembali ingin sekali mengejan. Sensasi ingin mengejan ini sebenarnya dikarenakan pergerakan/kontraksi si bayi yang juga ingin keluar, tetapi harus dituruti dalam momen yang tepat, ketika pembukaan lengkap, sepuluh. Bidan Umroh kembali memeriksa, kali ini naik dengan lumayan cepat, buka tujuh. Istri saya masih mengerang tak karuan.

23.30. Lagi-lagi, istri saya ingin mengejan. Untuk kesekian kalinya, Bu Umroh dengan sabar memeriksa jalan lahirnya, buka delapan! Sedikit lagi. Setelah ini, Bu Umroh terus menunggui kami di kamar bersalin itu, memantau.

23.45. Istri saya semakin ingin mengejan. Bidan Umroh memintanya menahan. Istri saya bilang sangat susah untuk ditahan. Bu Umroh bilang pasrahkanlah rasa sakit dan rasa ingin mengejan itu, insyaAllah bisa. Bu Umroh terus menyemangati istri saya, sebagaimana saya. 

Teknik yang dipelajari istri saya di kelas senam hamil pun berguna di sini, dan sedari tadi. Mengatur nafas, menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya, serta bernafas pendek-pendek, semuanya digunakan istri saya untuk menahan rasa sakit dan menahan rasa ingin mengejan itu, sementara. Pembukaan masuk Sembilan. Bidan mengintruksikan perawat/asistennya untuk mempersiapkan peralatan.

24.00. Sebenarnya mengejan baru boleh dilakukan ketika pembukaan sepuluh. Namun, dalam kasus kepala bayi sudah melewati jalan lahir seperti bayi kami ini, pembukaan sembilan is oke. Dimulailah fase ke-dua persalinan (fase pertama adalah pembukaan).

Istri saya mengambil posisi seperti yang telah ia pelajari di kelas senam hamil. Kedua tangan menggenggam mata kaki. Paha dibuka selebar-lebarnya. Dan ketika rasa ingin mengejan datang, mengejanlah ia sekuat tenaga. Saya terus mendukung di sampingnya. Sambil sesekali mengusap keringatnya, dan memberinya minum di sela-sela mengejan, mirip adegan di pojokan ring tinju. Terkadang air zam-zam, terkadang teh manis, tergantung permintaan si ‘petarung’.

24 September. 00.40. Setelah berkali-kali mengejan, diiringi dengan intruksi Bidan untuk tetap membuka mata dan mengangkat kepala, dibantu saya. Kepala sudah terlihat, saya memberitahu istri. Semakin bersemangatlah ia untuk ejanan terakhir. Setelah hampir lima jam kelimpungan. Setelah tujuh hari menanti (sejak HPL). Setelah cuti saya habis hari ini (tinggal tersisa izin atasan dan bolos). Setelah dua minggu menahan sakit di perineum. Setelah sembilan bulan empat belas hari mengandung. Setelah penantian ulang, dua tahun empat bulan untuk melahirkan normal (sejak Maryam lahir Caesar). Alhamdulillah, akhirnya lahir juga ke dunia, anak kami yang kedua.

Ya, laki-laki. Setelah dilap dan dipotong tali pusatnya, dia lalu diletakkan dalam dekapan Ummi-nya untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD). MasyaAllah, besar sekali kamu, Nak. Begitu kurang lebih komentar pertama istri saya.

Saya melihat kebahagiaan, kelegaan yang luar biasa terpancar di wajahnya. Lalu kami berdua pun saling berpandangan, dan saling melempar senyum.

Istri saya menanyakan namanya.

Ibrahim As Salafi telah lahir.

Alhamdulillah.

Comments

  1. masyaAlloh ya perjuangan VBAC nya istri..saya juga pasien dr Aniek waktu kehamilan pertama saya, masih nyesek rasanya kalo mengingat, konsultasi kami berujung caesar karena pengapuran plasenta. insyaAlloh planning VBAC utk anak kedua.Boleh infonya RB 'Aisyah dimana lokasi tepatnya??makasih atas jawabannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Deket Pondok Putri Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Bu. Tanya2 aja, saya nggak hafal alamatnya.

      Delete
    2. fakih520@gmail.comJune 4, 2015 at 5:10 PM

      Senang sekali bisa sukses vbac..bisa bagi tips dari istrinya pak agar sukses vbac?ini saya hamil kedua 5minggu Setelah 1,5th melahirkan saecar..

      Delete
  2. Subhanalloh ,,perjuangan seorang ibu,,semoga sy bisa melakukan vbac,,ingin sprt ibunya Ibrahim ,, mengingat anak pertama Caesar agak Sedih

    ReplyDelete
  3. Masya Allah..
    senangnya bisa membaca pengalaman ini. Kebetulan saya juga sedang hamil anak ke-2 dan sangat ingin VBAC, makanya saya perbanyak baca kisah sukses VBAC supaya makin semangat. Doakan saya berhasil VBAC juga ya pak. :)

    ReplyDelete
  4. masya allaah...., perjuangan seorang ibu, pengin juga vbac stelah 3 tahun lalu terpaksa sc karena plasenta previa... semoga bisa sukses seperti umminya ibrahim

    ReplyDelete
  5. Subhanallah, semoga dimudahkan juga vbac nanti

    ReplyDelete
  6. Subhanallah, semoga dimudahkan juga vbac nanti

    ReplyDelete
  7. Bismillah.. Semoga saya dan bayi saya jg sukses program VBAC..

    ReplyDelete
  8. Subhanallah.. saya juga sedang menanti waktu melahirkan (sekarang sdh 36 minggu).. sy bertekad untuk bisa Vbac.. insya Allah sy bisa.. mohon doanya.. terimakasih share pengalaman inspiratifnya..

    ReplyDelete
  9. Saya sama seperti istri bapak.anak pertama sesar pdhl tdk diperlukan.hanya karna stuck di pembukaan 8.dan 6 jam menunggu pembukaan lengkap tdk kunjung dtg.skrg saya sdg hamil 3 bulan.jaraknya dg anl pertama 2 tahun.kalau boleh saya minta tips supaya bisa lahiran normal sprti istri bapak

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara