Skip to main content

VBAC untuk Ibrahim

JAKARTA-- Ketika itu, usia kehamilan anak kedua kami memasuki bulan keempat. Saya tahu kesedihan itu; kesedihan seorang ibu muda ketika dokter memvonisnya, Caesar lagi untuk kehamilan kali kedua ini. Kesedihan itu justru semakin tergambar ketika ia mencoba mengalihkan perhatiannya (juga perhatian suaminya) kepada binatang kecil yang dianggapnya aneh di lapangan parkir rumah sakit, seekor uler gagak *begitu kami menyebutnya di kampung* dengan ukuran yang ia anggap tidak biasa.

Dokter Spesialis Kandungan tersebut berkesimpulan seperti itu setelah memeriksa (dengan USG) kandungan istri saya. Katanya, bekas jahitan Caesar pada kelahiran pertama dulu tidak sembuh dengan sempurna, ada celah yang tidak tertutup, tidak menyambung sempurna, yang sekaligus membuat tebal lapisan rahim bekas jahitan tersebut kurang memenuhi syarat untuk VBAC (Vaginal Birth After Caesar), Persalinan Normal Setelah --persalinan sebelumnya-- Caesar.

Hancurlah hati istri saya, yang saya tahu ia sangat ingin melahirkan normal, bahkan sejak kehamilan pertama dulu --yang qadarullah-- berakhir di meja operasi. Lebih hancur lagi ketika sikap sang dokter seolah sama sekali tidak menunjukkan empati, atau mungkin juga memang ia tidak tahu, betapa inginnya kami. Mungkin juga, dokter ini memang tidak pro-VBAC.

Inilah perbedaan laki-laki dengan wanita. Ketika saya mulai berpikir-pikir 'realistis' menerima dengan lapang dada saran dokter tersebut, untuk kembali operasi, untuk tidak mengambil risiko, karena ini terkait dengan dua nyawa sekaligus; istri saya justru sebaliknya, berpikir 'emosional', menolak mentah-mentah dan mencoba berontak. Yang saya lakukan kemudian sementara hanyalah menenangkan ia.

Saya pun sempat berpikir untuk lebih percaya dokter Jakarta ini dari dokter Solo, dokter yang dulu meng-Caesar istri saya di kehamilan pertama. Pasalnya, kenapa 'fakta' sebenderang ini tidak pernah disinggung sedikitpun oleh dokter Solo itu padahal setelah operasi, istri saya berkali-kali kontrol ke beliau, termasuk untuk kehamilan kedua ini.

**

Setelah kejadian itu, istri saya sedih berhari-hari. Saya, terus memberinya semangat untuk tidak berputus asa untuk terus berusaha jika kami memang menginginkan VBAC, sambil diam-diam menyembunyikan kekhawatiran juga, jika nantinya memang tetap harus operasi lagi. Kami pun mulai mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang VBAC, kebanyakan dari internet. Istri saya jadi sangat rajin browsing.

Dari hasil berburu informasi, mulailah harapan bersemi kembali. Peluang melahirkan normal memang turun drastis ketika seorang ibu telah di-Caesar pada persalinan sebelumnya. Namun, ternyata tidak sedikit, ibu-ibu yang berhasil melalui VBAC dengan baik. Bahkan ada yang VBA3C, bersalin normal setelah tiga kali Caesar! Subhanallah. Ada juga cerita ibu yang 'nekat' melahirkan mandiri karena tidak mendapatkan dokter maupun bidan yang mendukungnya VBACnya. Dan berhasil! Subhanallah

Yang juga berhubungan dan tidak kalah mencengangkan, adalah cerita seorang ustadz (dari dunia nyata, bukan dari dunia maya), dimana istrinya pada kehamilan kedua divonis dokter spesialis kandungan: Caesar. Pun begitu ketika beliau mencoba mencari second opinion di dokter spesialis kedua, Caesar. Alasannya sama, bayi terlilit tali pusat. Tidak mau menyerah begitu saja, Pak Ustadz justru membawa istrinya ke bidan, seorang bidan legendaris yang telah berpraktik puluhan tahun tanpa pernah mengakhiri persalinan yang ditanganinya dengan rekomendasi operasi. Sayangnya, ketika itu sang bidan berhalangan (karena sedang bepergian atau sakit, saya lupa), yang ada hanyalah asistennya yang baru lulus beberapa bulan dari akademi kebidanan! Pak Ustadz pasrah,  ber-tawwakal kepada Allah, dan Allah pun mentakdirkan bayinya lahir normal! Alhamdulillah.

**

Kekhawatiran istri saya tidak berhenti begitu saja. Sesekali ia teringat vonis dokter Jakarta itu dan kembali bersedih. Saya menasihatinya untuk tidak terlalu memikirkan hasilnya nanti, karena bagian kita, manusia, adalah 'usaha'. Sedangkan 'hasil' adalah bagian Allah. Manusia stres karena memikirkan yang bukan bagiannya, 'hasil'. Berdoa dan berusahalah semaksimal mungkin, kemudian serahkan hasilnya kepada Allah. Cukup.

Ketika optimisme istri saya telah terbangun, lagi, terlihatlah perbedaan lelaki--perempuan. Lelaki (saya, red) berpikir realistis untuk setidaknya tetap menyerahkan ke dokter, urusan VBAC ini, dokter yang pro-VBAC, karena (juga dari hasil browsing) VBAC mempunyai beberapa syarat yang salah satunya adalah dilakukan oleh dokter spesialis di Rumah Sakit dengan fasilitas yang memadai, agar jika terjadi keadaan darurat yang mengharuskan operasi, dapat dilakukan dengan segera. Syarat yang lain adalah --seperti yang dikatakan dokter Jakarta-- tentang tebal lapisan bekas jahitan Caesar sebelumnya (dilihat pada bulan kesembilan), juga jarak antara kelahiran Caesar sebelumnya dengan VBAC minimal dua tahun. Wanita (istri saya, red) berpikir 'emosional-frontal-radikal'; melahirkan di bidan!, yang nggak bisa men-Caesar!

**

Comments

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara