Alhamdulillah, influenza saya sudah agak mereda. –semacam- Kutil di pergelangan tangan kiri juga sudah hampir sembuh. Jerawat –atau bisul- di jidat juga udah kempes. Larutan darah bercampur ludah juga sudah jarang keluar sekarang. *penyakitan banget ya, saya?*
O ya, hikmah ketiga yang bisa diambil dari sakit yang belum tersebutkan kemarin adalah –seharusnya- kita jadi lebih dapat mensyukuri nikmat kesehatan, satu dari dua nikmat –selain nikmat kesempatan- yang sering terlupakan.
-biasanya- Kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu justru ketika kita kehilangan sesuatu tersebut –entah untuk sementara ataupun untuk selamanya. Sama seperti kesehatan, -biasanya- ketika sehat, kita melakukan hal-hal yang kurang bahkan tidak berguna –bahkan bermaksiat. Baru ketika sakit, -biasanya- kita berangan-angan akan memulai ini, melakukan ini, membereskan itu, dsb setelah nanti sehat kembali. Padahal ini, itu, dsb nya tsb seharusnya sudah bisa kita lakukan dan kita bereskan jauh-jauh hari sebelum kita sakit, ketika sehat kemarin-kemarin. Anehnya, -biasanya- ketika kembali sehat, kembali pula kita ke kehidupan lama kita yang berantakan kita melakukan hal-hal yang kurang bahkan tidak berguna –bahkan bermaksiat.
Sudah seharusnya, kita bisa belajar dari sakit. Allah menguji hamba-hambaNya dengan dua hal, takdir baik dan takdir buruk. Terkadang seseorang diuji dengan kemiskinan, sedangkan yang lain diuji dengan kekayaan. Terkadang seseorang diuji dengan sakit, terkadang dijui pula dengan kesehatan. Dan sebagainya. Hanya saja kesalahan pola pikir yang telah mengakar dan mendarah daging bahwa ujian itu hanya berupa takdir buruk saja, membuat kita terlena dengan ujian-ujian berupa takdir baik. Berapa banyak orang yang justru kembali ke jalan yang benar setelah mereka ditimpa musibah, sakit, atau pun jatuh miskin. Dan betapa banyak pula orang sehat dan kaya justru menggunakan kesehatan dan kekayaannya untuk melakukan segala hal yang tidak baik.
Maka, sebenarnya ujian berupa takdir baik –kesehatan, kekayaan, kekuasaan, ketampanan, kecantikan- lebih berbahaya dan menjerumuskan lebih banyak orang. Orang yang lulus dari ujian berupa takdir baik –karena mereka mungkin tidak sadar bahwa mereka sedang diuji- lebih sedikit dari pada orang yang lulus dari ujian berupa takdir buruk –karena mereka sadar bahwa mereka sedang diuji.
So, sebenarnya setiap saat kita sedang diuji, baik dengan takdir buruk maupun dengan takdir baik. Hanya kita sadar atau tidak, dan sabar atau tidak.
Mari tingkatkan kesadaran dan kesabaran kita!
Comments
Post a Comment