Skip to main content

erwin belajar Bahasa Inggris

Tempo hari saya sampaikan bahwa salah satu keinginan duniawi saya saat ini adalah pandai berbahasa Inggris. Saya harus akui, saya memang tidak –atau kurang, atau belum- pandai berbahasa Inggris. Masih jauh dari menguasai. Baik dalam reading, writing, speaking, atau pun listening. Terlebih dua –atau tiga- yang disebut terakhir. *jangan tertawa, apalagi dalam Bahasa Inggris*. Entah, padahal nilai pelajaran Bahasa Inggris saya sejak kelas 1 SMP sampai terakhir waktu kuliah di STAN lumayan bagus. Mungkin karena jarang dipraktekkan, apalagi saya tidak suka menonton film, apalagi mendengarkan musik. Mungkin juga karena metode pengajaran terutama dalam mata pelajaran bahasa kita yang perlu diperbaiki, harus lebih mengedepankan praktek –terutama speaking dan listening- daripada teori, karena bahasa untuk dipraktekkan, bukan sekadar dipahami.

Kenapa saya pengen pandai berbahasa Inggris? Sebenarnya kata yang lebih tepat mungkin terpaksa pengen. Saya jadi ingat kata salah satu guru saya *tapi lupa siapa dan guru dimana*. “Kalau ingin bisa bersaing –atau bahkan sekadar bertahan- di dunia kerja, Anda harus menguasai dua hal: Komputer dan Bahasa Inggris!”, begitu kira-kira katanya.

Kalau dipikir-pikir *cuma kadang sayanya aja yang males mikir, makanya males juga belajar Bahasa Inggris, hhe*, ada benarnya juga nasihat tersebut. Yang pertama, komputer –atau Teknologi secara umum- mau tidak mau harus diikuti perkembangannya kalau tidak mau ketinggalan zaman, apalagi perkembangan Teknologi sekarang ini sangat pesat dan cepat. Ibarat kata, hari ini beli gadget paling canggih, seminggu kemudian buisa jadi sudah basi. Teknologi dapat membuat pekerjaan kita lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Maka, jika tidak mampu menguasai dan mengimbangi perkembangan teknologi, kita akan dengan mudah dikalahkan –atau bahkan kalah dengan sendirinya-.

Yang kedua, Bahasa Inggris, harus diakui telah menjadi “bahasa dunia”, bahasa Internasional yang paling banyak digunakan, selain bahasa Jawa *ngaco*. Maka, buku-buku dan referensi-referensi IPTEK pun lebih banyak tertulis dalam Bahasa Inggris. Sementara untuk tahu dan memahami banyak hal, kita harus banyak membaca dan mendengar Lalu bagaimana bisa membaca dan mendengar dengan baik kalau bahasa yang digunakan tidak kita kuasai [?]. Maka, kalo mau maju, kuasailah Bahasa Inggris, begitu mungkin logikanya.

Logika tersebut juga berlaku dalam agama Islam! Islam diturunkan di tanah Arab, diturunkan kepada Nabi Muhammad Sholallohu `alayhi wassalam yang juga orang Arab, kitab suci Al Qur`an pun diturunkan dalam Bahasa Arab, Hadits-hadits Nabi tentu juga berbahasa Arab, kitab-kitab para ulama` ditulis dalam Bahasa Arab. Maka, hampirhampir mustahil seorang muslim dapat mendalami agama Islam dengan baik dan benar tanpa menguasai Bahasa Arab –dan hanya mengandalkan terjemahan-. Maka, sebenarnya –seharusnya- saya -dan kita- lebih tertarik dan lebih ingin pandai berbahasa Arab daripada Bahasa Inggris *makanya, saya sebut sebagai keinginan duniawi*, seperti perbandingan akhirat dengan dunia. Anehnya banyak orang (muslim, red) sama sekali tidak tertarik dengan Bahasa Arab –dan lebih tertarik berbahasa Inggris-. Sama halnya seperti lebih tertariknya mereka kepada dunia daripada Surga, lebih takutnya mereka kepada kemiskinan daripada api neraka.

Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, “Pelajarilah Bahasa Arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bahasa Arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib. Tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan Bahasa Arab. Dan tidaklah kewajiban itu sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib. Mempelajari Bahasa Arab, di antaranya ada yang fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah 1/527 dikutip dari majalah Al-Furqon).

So, saran saya –terutama untuk diri saya sendiri-, utamakan Bahasa Arab di atas Bahasa Inggris sebagaimana kita mengutamakan akhirat di atas dunia.

*maaf, kalo jadi meleceng dari judul*

Comments

Popular posts from this blog

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se