Ya, saya memilih menjadi budak Allah, tidak ingin menjadi budak hawa nafsu, tidak ingin pula menjadi budak akal!
Sesungguhnya, setan memiliki dua jalan untuk menyesatkan manusia. Fitnah syahwat dan fitnah syubhat.
Membunuh, berzina, minum khamr adalah fitnah syahwat. Syiah, Khawarij, Murjiah, Jahmiyah, Qodariyah, Jabariyah, Sufi, Tasawuf, Filsafat, Demokrasi, HAM, Emansipasi Wanita, Persamaan Gender, Kebebasan Pers, Liberalisme, Komunisme adalah fitnah syubhat.
Fitnah syahwat tentang baik-buruk, fitnah syubhat tentang benar-salah.
Kebanyakan penderita fitnah syahwat sadar bahwa dirinya berada dalam keburukan, kebanyakan penderita fitnah syubhat tidak sadar bahwa dirinya berada dalam kesalahan. Dan ini jauh lebih berbahaya.
Fitnah syahwat menyerang hawa nafsu, fitnah syubhat menyerang akal.
Fitnah syahwat melahirkan maksiat, fitnah syubhat melahirkan bid`ah (baik amal atau aqidah-keyakinan/pemahaman-).
Fitnah syahwat dilawan dengan sabar, fitnah syubhat dilawan dengan ilmu!
Dan ilmu adalah apa-apa yang berasal dari Allah dan RosulNya. Bukan dari professor, doktor, reformis, atau orientalis.
Sebagaimana syahwat yang harus tunduk dengan dalil, maka akal pun harus tunduk dengan dalil. Dan akal sehat tidak akan pernah bertentangan dengan dalil shohih!
Sebagaimana perilaku hawa nafsu, ada yang halal dan ada yang haram, begitupula perilaku akal, ada yang halal dan ada yang haram.
Abu Huroiroh pernah berkata, “Aku hafal dua karung hadits, satu karung aku ajarkan, satu karung tidak aku ajarkan.”
Ada ilmu yang diajarkan, dan ada ilmu yang disimpan.
Ada pertanyaan yang terjawab, ada pertanyaan yang jawabannya tersimpan di akherat. Di mana Allah akan menjawab semua pertanyaan manusia. Semuanya.
Itulah, surga, tidak hanya kenikmatan syahwat –sebagai balasan atas penundukan hawa nafsu dengan dalil-, tapi juga kenikmatan ilmu –sebagai ganjaran atas penundukan akal dengan dalil-.
Abu Bakar ketika dikabarkan oleh musuh Allah bahwa Nabi telah gila tentang Isro` Mi`roj, Beliau justru mengatakan, “Jika benar Rosulullah mengatakannya, saya percaya.” Mendahulukan dalil di atas akal!
Dan tahukah Anda kesesatan pertama? Adalah ketika Iblis membantah perintah Allah untuk sujud kepada Adam dengan akalnya! aku (Iblis) Engkau ciptakan dari api, sedangkan Adam Engkau ciptakan dari tanah, bagaimana Api yang lebih mulia harus sujud kepada tanah? Mendahulukan akal di atas dalil!
Sebuah kisah tentang dalil dan akal
Nabi pernah bersabda, “Dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir.” (H.R. Muslim)
Seorang Yahudi miskin mencoba membantah hadits yang mulia ini dengan akalnya yang dangkal. Dia bertanya kepada Ibnu Hajar Al Astqolani –seorang Ulama yang hidup dalam kemewahan-, “Saya seorang Yahudi hidup seperti ini, dan engkau seorang muslim hidup seperti itu. Mana yang lebih layak disebut bagai hidup di penjara, dan mana yang lebih layak disebut bagai hidup di surga?”
Ibnu Hajar menjawabnya dengan sangat bagus.
“Kehidupan saya di dunia seperti ini bagaikan penjara jika dibandingkan dengan kenikmatan yang (insyaAllah) saya dapatkan di surga kelak, dan kehidupanmu di dunia yang seperti itu bagaikan surga jika dibandingkan dengan siksaan yang (insyaAllah) kamu akan dapatkan di neraka kelak.”
Demi Allah, akal yang sehat tidak akan bertentangan dengan dalil yang shohih dengan pemahaman yang benar. Namun, sekali lagi, tidak semua pertanyaan akal boleh ditanyakan sebagaimana tidak semua hawa nafsu boleh diperturutkan dan tidak semua pertanyaan terjawab di dunia sebagaimana tidak semua nikmat Allah turunkan di dunia (hanya 1 bagian nikmat yang Allah turunkan di dunia, 99 bagian disimpan untuk akherat).
Memperturutkan hawa nafsu tanpa melihat rambu-rambu dari Allah adalah perbudakan kepada hawa nafsu, memperturutkan akal tanpa melihat rambu-rambu dari Allah adalah perbudakan kepada akal. Menyelaraskan hawa nafsu dan akal dengan dalil dari Allah adalah perbudakan kepada Allah.
Dan Allah membiarkan budak-budak hawa nafsu dan membiarkan budak-budak akal itu bukan karena Dia tidak mampu menghentikan nafas mereka detik ini juga, tapi agar mereka bertaubat, atau agar mereka lebih jauh tersesat. Sampai-sampai Yahudi mengatakan “Tangan Allah terbelenggu”? Allahu Akbar, entah apa yang akan mereka terima di akherat kelak.
Comments
Post a Comment