Skip to main content

lebih baik tidak tahu?

Sebagian orang –muslim- malas atau bahkan sama sekali tidak mau menuntut ilmu agama karena takut akan konsekuensinya –untuk mengamalkan ilmu yang telah didapatnya-. “Dari pada tahu, tapi tidak melaksanakannya, lebih baik tidak tahu sekalian.” Begitu kurang lebih kata mereka. “Bukankah orang yang berdosa tidak akan diadzab karena ketidaktahuan, karena kelupaan, atau karena keterpaksaan?” Begitu lanjutannya.

Di rumah kami –atau kontrakan kami-, tidak ada TV, yang ada adalah seperangkat radio kesayangan yang setiap hari kami gunakan untuk mendengarkan kajian-kajian Radio Rodja 756 AM. Dan kemarin, kami mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan dari logika asal-asalan di atas pada sebuah kajian yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Nuzul. Bukan hanya satu jawaban, bahkan Ustadz memberikan jawaban berlapis tiga.

Jawaban pertama, bahwa setiap muslim atau muslimah yang tidak mau menuntut ilmu agama berdosa akibat ketidakmauaannya tersebut karena tidak menaati sabda Nabi, "Menuntut ilmu itu wjib atas setiap muslim." (HR Ibnu Majah). Jadi, sebelum berpikir bahwa orang yang bersalah tidak dihitung berdosa karena ketidaktahuannya, dari awal, keengganannya menuntut ilmu –yang meyebabkan dia tidak tahu- tersebut sudah terhitung dosa.

Jawaban kedua, bahwa berbeda antara orang yang tidak tahu dengan orang yang sengaja tidak mau tau! Adapun yang mendapat keringanan tidak diadzab adalah orang yang sudah berusaha mencari tahu –menuntut ilmu- tetapi tetap saja ada beberapa pengetahuan yang luput darinya atau dia salah memahami, atau dia mendapat pengetahuan yang salah dari usahanya tersebut. Sedangkan orang yang dari awal sengaja tidak mau tahu –tidak mau menuntut ilmu- maka kaidah “orang yang berdosa tidak akan diadzab karena ketidaktahuannya” tidak berlaku untuknya!

Jawaban ketiga, bahwa kalaupun orang yang bermaksiat tidak dihitung berdosa karena ketidaktahuannya, akibat di dunia dari maksiat tersebut tidak terhindarkan. Ustadz memberi contoh seorang muslimah yang tidak tahu bahwa nikah mut`ah (kawin kontrak) itu diharamkan oleh syariat mungkin tidak dicatat berdosa ketika dia berkali-kali nikah mut`ah, tetapi akibat duniawi berupa penyakit kelamin yang mungkin ia derita kemudian tidak akan terhindarkan. Dan yang perlu disadari bahwa sebenarnya syariat yang Allah telah tetapkan untuk manusia, bukan untuk kebaikan Allah tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Jelaslah, yang terbaik adalah berilmu (tahu) dan beramal, menuntut ilmu dan beramal berdasarkan ilmu yang kita dapatkan tersebut. So, Masihkah berpikir, “lebih baik tidak tahu”?

radio kesayangan

Comments

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara