Susah ditebak. Begitulah saya, mungkin. Makanya waktu kecil saya jago maen petak umpet. *Hhe* Tapi ini ga ada hubungnnya dengan petak umpet. Tapi tentang kuliah saya.
Akhirnya, setelah perjuangan panjang nan melelahkan selama beberapa semester ini, sampailah saya di ujung perkuliahan di STIE Indonesia, the last semester, insyaAllah. Melelahkan karena saya melaluinya sambil bekerja; kerja sambil kuliah. Bahkan mulai semester ketiga, saya musti melaluinya sambil bekerja dan berumah-tangga; kerja kuliah nikah *KKN, begitu saya menyebutnya*. Alhamdulillah saya dapat melaluinya dengan cukup baik –at least tidak ada satu pun mata kuliah yang harus diulang-. Dan alhamdulilah, hari ini semester terakhir saya akan dimulai, insyaAllah.
Semester terakhir ini sebenarnya saya tidak perlu repot-repot tiap pekan dua kali mengunjungi kampus, cukup bertemu beberapa kali dengan dosen pembimbing dan ke kampus untuk sidang skripsi, seandainya saya memilih jalur skripsi. Tapi saya telah memutuskan dan memilih jalur nonskripsi. Saya tidak menyusun skripsi, sebagai gantinya saya harus mengambil dua mata kuliah lagi; seminar akuntansi keuangan dan seminar akuntansi manajemen. Dengar-dengar dari kakak kelas, kuliah seminar itu bikin paper dan presentasi. Memutuskan untuk mengambil jalur nonskripsi bukan hal mudah bagi saya. Saya sempat benar-benar bingung, ambil jalur skripsi atau nonskripsi. Bahkan sempat berkeinginan kuat untuk mengambil jalur skripsi. “gimana gitu kalo ntar lulus S1 kagak punya skripsi.” begitu kata saya waktu itu. Tapi ternyata takdir berkata lain. *menjilat ludah sendiri*
Banyak juga teman yang bertanya, “kok ga ambil skripsi? kenapa?”. Jangankan mereka, saya sendiri pun tak tahu persis jawabannya. *Hhe* Saya pun menjawab sekenanya. Dan saya pun bertanya kepada diri sendiri, “iya ya. kenapa ya?” Beberapa jawaban pun melintas di kepala. 1) ga bakat bikin skripsi, 2) ga ada ide buat skripsi, 3) ga ada kemauan bikin skripsi a.k.a males, 4) ga mau disidang, kayak penjahat aja. 5) ikut-ikutan kakak-kakak kelas, biar gampang dan cepet lulusnya katanya.
Mari kita analisis jawaban-jawaban di atas satu per satu. Jawaban pertama dan kedua, may be yes may be no. Tapi kalau dilihat dari mata kuliah pengantar menyusun skripsi, metode penelitian dimana saya dapat melaluinya dengan selamat, sepertinya jawaban ini kurang tepat. Jawaban ketiga, may be yes. *Hhe* Ini mungkin karena KKN itu tadi, saya menjadi manusia supersibuk, sampai buang angin saja tidak bisa konsen. Alangkah sibuknya lagi jika harus mikir proposal, skripsi, ketemu dosen pembimbing, sidang, dsb di samping urusan lainnya seperti dinas keluar kota dan pulang kampung mengantar istri, pulang kampung menemani istri melahirkan, dan pulang kampung memantau perkembangan dedek baby kalau sudah lahir nanti, insyaAllah. Jadi, jawaban ketiga, mungkin benar. Jawaban keempat? Lebih benar lagi! *Hhe* Jawaban kelima, sempurna. Dibanding jalur skripsi yang penuh ketidakpastian dan subyektivitas, jalur nonskripsi lebih menjanjikan. Dan akhirnya, saya jadi tahu bahwa saya bukan orang bertipe risk taker.
Eits, tapi tak sepenuhnya benar juga dink. Karena nonskripsi sebenarnya bukan tanpa risiko. Dalam dunia pekerjaan, mungkin tak jadi soal, sarjana jalur skripsi dan jalur nonskripsi tak dibedakan. Tapi dalam dunia akademik -sekali lagi, dengar-dengar- ada beberapa perguruan tinggi yang meminta judul skripsi yang pernah ditulis kepada calon mahasiswa program magister. Jadi, jalur skripsi memperkecil peluang untuk kuliah S2 apalagi via beasiswa. Tapi untuk hal satu ini, saya tak terlalu ambil pusing. Dipikir nanti saja. Toh saat ini, saya juga sama sekali belum berpikir untuk melanjutkan studi ke jenjang pasca sarjana.
Harapan saya saat ini, semester terakhir ini kembali terlalui dengan baik. Dan saya pun berhenti KKN, tinggal bekerja dan berumah-tangga dengan baik. Amin.
Comments
Post a Comment