Skip to main content

erwin belajar berenang

Memenuhi janji saya, SATU HARI SATU TULISAN. Tapi seandainya saya tidak membawa laptop pinjaman dari kantor ini ke rumah, mungkin saya tidak menulis dulu di sini. *iya, iya. betul, laptop pinjaman!* Mungkin saya akan menggantinya dengan menulis buku diary di rumah saja. Ya, saya atau kami –saya dan istri saya- memiliki sebuah buku yang kami gunakan untuk menuliskan kesan pesan dan uneg-uneg kami dalam berumah tangga. Karena terkadang sesuatu lebih mudah ditulis daripada diucapkan. Selain itu, ada dokumentasi, bukti otentik, dan kenangan yang mungkin bisa kami tertawai di lain hari ketika membacanya kembali.


Hari ini, saya mau bicara –atau menulis- tentang cita-cita duniawi yang saya kemukakan tempo hari: pandai berenang, atau paling tidak, bisa berenang *hhe, jadi malu*.


Ya, dengan terpaksa harus saya sampaikan kenyataan pahit ini. Bahwa sampai hari ini saya ga bisa berenang *diam!*. Pertama kali saya menceburkan diri ke kolam renang adalah ketika berumur sekitar lima tahun, kalau saya tidak salah ingat. Di sebuah kolam renang di Tawangmangu, objek wisata pegunungan di daerah Kabupaten Karanganyar. Waktu itu, baru masuk ke dalam air, saya langsung terpeleset dan kelelep *saya tidak tahu padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia*. Padahal kedalaman kolam itu hanya sekitar setengah meter! *diaam!* Mungkin kejadian pengalaman pertama yang sangat berkesan itu yang membuat saya sampai sekarang tidak bisa berenang. Trauma.


Terakhir kali mencoba kembali adalah ketika kemarin saya bertugas ke Palu, Sulawesi Tengah. Ada kolam renang di hotel tempat kami menginap. Pada hari minggu pun saya hasut dan saya paksa Ketua Tim untuk mengajari saya berenang. Tapi dasar Ketua Tim yang hanya belajar berenang ala anak kampung pinggir kali, Pak Dedi hanya asal praktek, tidak tahu teori, bukan pelatih professional! -ditambah saya yang masih takut air dan trauma kelelep-. Walhasil, saya pun hanya maen aer saja dan sedikit saja belajar menggerakkan kaki di air. Dan di samping saya, anak kecil tujuh tahunan sedang berenang *diaaam!*. Tapi, satu hal yang sedikit menggembirakan adalah, saya sudah berani berjalan di dalam air dengan kedalaman setinggi dada orang dewasa. *hore*


Sebelum yang terakhir, waktu saya berugas di Manado, Sulawesi Utara, kami satu tim –minus Ketua Tim yang malah ketinggalan di hotel, agak sakit *memang dasar anggota-anggota tim durhaka*- menyempatkan ber-snorkeling di Taman Laut Bunaken. Saya –awalnya- mungkin orang yang paling senang dan bersemangat waktu itu. Setelah perjalanan sekitar satu jam menyeberang dengan perahu kecil, sampailah kami di Bunaken. Snorkel, pelampung, dan sepatu katak sewaaan telah siap *sok banget lah pokoknya*. Perahu –lengkap dengan pelatih/instruktur snorkeling- pun telah sampai di tempat snorkeling paling bagus di Bunaken. Setelah beberapa teman –yang tentu saja sudah terbiasa berenang- terjun, dengan bersemangat –lebih tepatnya nekat- saya pun menyusul masuk ke laut. Ternyata dalam sekali. Saya pegang bahu instruktur dan meminta untuk diantar ke tempat yang lebih dangkal. Sampai di tempat yang dangkal pun saya tidak bisa berbuat banyak. Jalan biasa saja, kaki lecet-lecet karena banyak karang keras di bawah. Menengkurapkan diri saja saya kurang berani –padahal sudah pakai pelampung dan perlengkapan lengkap-. Melihat teman-teman yang lain –termasuk teman yang sebenarnya juga belum bisa berenang sebelumnya- yang seperti sangat menikmati snorkeling mereka, sesekali memberanikan –atau memaksakan- diri. Sesekali air masuk ke mulut, saya langsung panik. Asin. Sudahlah. Saya memutuskan untuk kembali naik ke perahu saja. minta tolong ke instruktur. Menunggu di atas perahu sampai teman-teman selesai dan puas menikmati indahnya pemandangan taman bawah laut Bunaken lalu kembali ke Manado. Memilukan –atau memalukan-.
snorkel

Begitulah, sampai sekarang saya belum –dan ingin sekali- bisa berenang. O ya, sebenarnya ini juga bukan melulu cita-cita duniawi. Rosulullah menganjurkan umatnya untuk bisa berenang. Entah apa, yang jelas pasti ada hikmah yang besar dalam setiap sunnah beliau.

Selesai.

Comments

  1. Monggo datang ke ternate.
    Saia akan ajarkan penjenengan cara berenang yang baik dan benar sesuai dengan satndar.
    Hehehehe

    ReplyDelete
  2. oke. lain kali, insyaAllah.
    btw, siapa kamu? 1. robbik, 2. aul, 3. bukan siapa2.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Bikin Daftar Isi Otomatis di Ms Word

Capek dong, yah? Tiap kali atasan ngerevisi konsep laporan, kamu harus neliti lagi halaman demi halaman buat nyocokin nomor halaman ke daftar isi? Mending-mending kalau atasan kamu (yang ngrevisi) cuma satu, kalau ada lima belas?! Sebenernya kalau kamu pinter dikit , suruh aja junior kamu yang ngerjain bikin aja daftar isinya belakangan pas laporan udah final. Tapi karena kamu maunya pinter banyak , bikin aja daftar isi otomatis! Kayak gimana tuh, yuk kita bahas. Bagi yang belum tahu, semoga berguna. Bagi yang udah tahu, ngapain kamu masih di sini? Pergi sana! Aku tidak mau melihat mukamu lagi! Enyahlah!! #becanda, *sinetron banget ya* Sebelumnya, karena saya memakai Ms Office 2010, maka saya akan jelaskan berdasarkan versi tersebut. Apa? Kamu pakai Ms Office 2007? Ga masalah, mirip-mirip kok. Apa? Kamu masih pakai Ms Office 2003? Plis deh, itu udah sewindu lebih. Apa? Ms Office kamu bajakan? Itu urusan kamu! Apa? Ms Office kamu versi 2003 dan bajakan? Wuargh!! Apa? kamu belum

kaki kanan dan kaki kiri

Minggu pagi yang cerah, kaki kanan dan kaki kiri sedang bersepeda bersama waktu itu. Setelah keduanya hampir lelah mengayuh dan memutuskan untuk kembali pulang, mereka menyempatkan diri sekadar membeli makan pagi, alias sarapan dalam bahasa manusia. Mampirlah mereka membeli ketupat sayur di pinggir jalan, dibungkus, pakai telor. Masukkan ke keranjang sepeda di bagian depan; cukup satu bungkus yang akan mereka makan bersama; memang rukun sekali mereka berdua. Dari situ, kedua kaki itu benar-benar hendak pulang. Tapi tunggu dulu, mereka tiba-tiba ingat sesuatu. Persediaan uang di dompet tuannya menipis. Kebetulan – qodarullah, red - di seberang jalan sana ada ATM * Automatic Teller Machine , bukan Anjungan Tunai Mandiri. Mereka kayuh kembali sepedanya ke ATM yang masih satu komplek dengan Apotik Rini itu. Apotik –yang entah kenapa- paling laris dari beberapa apotik yang ber- jejer di sepanjang Jalan Balai Pustaka. Sampailah sepasang kaki itu di tempat tersebut. Ramai-ramai; rupanya se

adverse vs disclaimer

Opini auditor mana yang lebih baik, atau lebih tepatnya mana yang lebih buruk: adverse (tidak wajar) atau disclaimer (tidak menyatakan pendapat). Terkadang --atau bahkan selalu-- ada perbedaan pendapat dalam sebuah disiplin ilmu; tetapi tidak selalu didapatkan kata sepakat. Tidak berbeda juga dalam akuntansi dan audit, para 'ahli' berbeda pendapat tentang apakah opini adverse lebih 'baik' dari opini disclaimer atau sebaliknya. Sebelum 'menentukan' jawabannya, ada baiknya kita baca kembali penjelasan masing-masing opini. Pendapat Tidak Wajar/TW ( adverse opinion ) adalah opini yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan (LK) tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan standar akuntansi. Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara